Selasa, 28 Januari 2014

Try With Me 12

JAMES

Setelah berhasil membuat ketiga perusahaan keluarga Grey yang dipegang oleh Alex mengalami kebangkrutan, beberapa orang kepercayaanku langsung mengabariku di mana Alex berada saat ini. Karena mereka meyakini bahwa Hanna ada bersama Alex.

Setelah mendapatkan informasi secara detail aku langsung pergi ke tempat Alex menyembunyikan Hanna, istriku. Dengan penerbangan paling awal aku segera berangkat menuju ke Texas, karena Hanna berada di sebuah peternakan yang ada di Texas.

Selama di dalam pesawat aku terus menerus merasa gelisah. Aku khawatir jika salah satu anak buah Alex akan mengetahui kedatanganku. Jika sampai mereka tahu aku yakin sekali Alex akan segera memindahkan Hanna ke tempat yang lain. Dan mungkin kali ini aku takkan pernah bisa untuk melihat istriku kembali selamanya.

Tidak. Tidak, itu tidak boleh terjadi karena aku takkan membiarkan Alex lolos kali ini. Aku takkan membiarkan ia kembali merebut istriku. Aku langsung menyuruh orang-orangku mencari keberadaan Hanna. Hati kecilku mengatakan bahwa Hanna ada di salah satu ruangan di rumah ini. Tak lama kemudian sosok Alex muncul. Ia terlihat syok melihat kedatanganku.

"Di mana kau menyembunyikan istriku, Alex." Geramku sambil memberikan pandangan membunuh kepadanya.

"Kau... bagaimana kau bisa menemukanku?" Pekiknya, keterkejutan itu terlihat jelas di matanya.

"Katakan kepadaku di mana Hanna!" Geramku sambil menggertakkan gigiku.

"Hanna tidak ada bersamaku, asal kau tahu aku takkan pernah menyerahkan Hanna kepadamu. Hanna milikku, hanya aku yang berhak atas dirinya." Tutur Alex dengan emosi yang menggebu-gebu.

"Hanna milikmu? Jangan mimpi Alex, sudah jelas bahwa Hanna itu adalah istriku. Dia adalah ibu dari bayiku yang kini sedang tumbuh di rahimnya." Sergahku.

"Apa maksudmu mengatakan bahwa Hanna adalah calon ibu dari bayimu?" Ekspresi keterkejutan dan kebingungan terlihat jelas di wajahnya.

"Ya, Hanna sedang mengandung darah dagingku. Hanna milikku." Jawabku dengan mantap.

"Tidak mungkin! Kau pasti sudah menjebaknya, aku tahu Hanna takkan semudah itu menyerahkan tubuhnya. Kau benar-benar licik, James. Aku akan membunuhmu." Geram Alex yang tiba-tiba mendaratkan pukulannya tepat mengenai rahangku.

Rasanya sakit memang, bahkan aku bisa merasakan darah di mulutku. Tapi luka ini takkan mempengaruhiku, aku takkan mundur. Sampai kapanpun aku akan tetap mempertahankan Hanna, takkan ada satu orangpun yang boleh memisahkan aku darinya.

Aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk mempertahankannya. Cukup Lila yang telah aku sia-siakan, takkan aku biarkan Hanna mengalami hal sama. Diriku kini telah berubah, Lila dan Hanna telah mengajarkan aku banyak hal dalam hidup. Terlebih lagi dalam hal berkomitmen, bagaimana cara menghargai pasangan dan komitmen itu sendiri.

"James..." suara yang begitu familiar dan sangat aku rindukan tiba-tiba terdengar.

Hanya dengan mendengar suaranya saja membuat hatiku terasa hangat. Membuat semua beban berat yang selama ini menumpuk di hati dan pundakku terangkat. Kelegaan yang begitu besar melingkupiku sekarang, ucapan syukur pun tak henti-hentinya aku ucapkan. Karena akhirnya Tuhan menjawab semua doaku, Tuhan telah mempertemukan kami kembali dan istriku dalam keadaan yang baik.

"Sayang..." aku langsung memeluk tubuh Hanna. Berkali-kali kuciumi puncak kepalanya, kuhirup aroma tubuhnya yang selama ini sangat kurindukan. "Aku sangat merindukanmu, terima kasih kau ada dalam keadaan yang baik-baik saja." Ucapku sambil memeluk erat tubuhnya.

"Aku baik-baik saja James, aku juga sangat merindukanmu." Balas Hanna.

"Berhenti mempertontonkan hal yang menjijikan seperti itu di depanku." Alex menggeram melihat kemesraan aku dan Hanna.

"Kau hanya iri Alex, karena pada kenyataannya aku dan Hanna selalu bersikap seperti ini setiap hari." Nada sarkasme terdengar dari nada suaraku. Ada senyuman kemenangan yang terbentuk di bibirku.

"Katakan padaku bahwa kau tidak bahagia, Hanna? Katakan bahwa pria ini telah memperalatmu." Geram Alex gusar. Terlihat jelas sekali kekecewaan yang terpancar dari wajahnya.

"Maaf Alex, sayangnya semua ini benar dan tanpa adanya paksaan. James tidak memperalatku, aku tulus mencintainya. Bukankah sudah berkali-kali aku katakan bahwa perasaanku padamu sudah berubah." Jelas Hanna, masih dengan posisinya memeluk tubuhku.

"Tapi aku sangat mencintaimu, Hanna. Aku rela meninggalkan semuanya hanya untukmu." Tutur Alex dengan nada suara yang terdengar sedih. "Tolong berikan aku kesempatan sekali lagi." Lanjutnya.

"Aku tidak bisa Alex, keadaanku saat ini sudah benar-benar berbeda. Saat ini aku sedang mengandung anak James, anak kami tepatnya. Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya, saat ini aku dan James sedang menata kehidupan kami yang baru." Hanna berhenti sebelum melanjutkan kata-katanya, "Carilah wanita yang lain Alex, buktikan bahwa kau memang sudah berubah. Kau berhak mendapatkan wanita yang lebih baik dariku."

Wajah Alex langsung terlihat kebingungan ketika mendengar penuturan dari Hanna yang panjang lebar. Ada perasaan bersalah dalam hatiku ketika melihat Alex. Sungguh aku tak bermaksud untuk merebut Hanna darinya. Karena sebelumnya aku tidak tahu jika Hanna sudah memiliki kekasih. Mungkin Hanna merasa segan untuk bercerita karena sifatku yang arogan.

Tapi itu dulu, sekarang aku sudah berubah. Aku benar-benar ingin menghabiskan sisa hidupku bersama Hanna dan bersama anak-anak kami kelak. Aku tak mau membuat kesalahan yang sama lagi, aku bersumpah takkan menyia-nyiakan Hanna seperti yang telah aku lakukan kepada Lila di masa lalu.

"Jadi mohon lepaskanlah aku, Alex. Tolong biarkan aku bahagia bersama James, karena hanya itulah yang akan membuatku merasa bahagia." Suara Hanna langsung membawaku kembali pada masa kini.

Aku langsung mengalihkan pandanganku pada Alex. Kini ia terlihat begitu bingung, sedang terjadi pergulatan batin di dalam dirinya. Semua itu terlihat jelas dari raut wajahnya. Aku tahu seperti apa perasaan Alex, namun aku tak mau mengalah untuk Hanna. Kali ini aku akan mempertahankan cintaku.

Namun tiba-tiba saja Alex mendaratkan sebuah pukulan di wajahku. Membuat badanku terhuyung ke belakang dan hampir terjatuh. Hanna menjerit ketakutan melihat aku dan Alex terlibat baku hantam. Wajah kami berdua babak beluk, penuh luka lebam, memar dan darah yang mengucur.

Aku menyuruh salah satu bawahanku untuk menjauhkan Hanna. Di saat itulah Alex langsung menarik Hanna. Seharusnya aku tidak mengendurkan kewaspadaanku tadi. Aku pikir Alex sudah tak akan melakukan perlawanan karena kondisi kami berdua benar-benar parah. Namun ternyata dugaanku salah.

"Lepaskan istriku, Alex." geramku.

"Tidak akan, Hanna hanya akan bahagia bersamaku." pekiknya sambil terus mencengkram pergelangan tangan Hanna.

"Alex, kumohon. Tolong lepaskan aku, biarkan aku bahagia bersama James, Alex." Hanna memohon sambil menangis terisak.

Melihat Hanna menangis seperti itu membuat jantungku seperti di cabut paksa dari tempatnya. Namun aku bisa melihat dengan jelas sekali pergerakan Alex yang mulai goyah.

"Pergilah. Sekarang. Juga. Jangan. Sampai. Aku. Berubah. Pikiran." Ucapnya dengan kata-kata yang di penggal-penggal.

"Terima kasih, Alex." Ucap Hanna dengan penuh suka cita.

"Cepat pergi dari sini Hanna." Tegas Alex sambil memalingkan wajahnya.

Tanpa perlu menunggu lebih lama lagi aku langsung menggandeng Hanna. Kami keluar dari tempat itu dan segera menuju ke bandara. Aku meminta supir untuk memacu mobil dengan kecepatan tinggi. Entah mengapa perasaanku mengatakan bahwa aku harus bergegas. Karena perasaanku seketika berubah jadi tidak menentu. Sepanjang perjalanan aku terus merasa gelisah.

Entahlah aku benar-benar tak begitu yakin dengan kata-kata yang diucapkan oleh Alex. Sepertinya ia memiliki rencana lain di dalam kepalanya.

"Sayang, ada apa? Mengapa kau terlihat gelisah dan tegang seperti ini?" Tanya Hanna yang sedang menyandarkan kepalanya di bahuku.

"Aku tidak apa-apa sayang, tapi entah mengapa aku merasa sangat khawatir. Sepertinya kita tidak akan kembali pulang ke Miami, sayang." Jelasku sambil membelai rambutnya.

Hanna mendongkakkan kepalanya menatapku dengan dahi yang berkerut, "Lalu kita akan kemana?"

"Kemanapun kau mau, sayang. Katakan kepadaku kau ingin pergi kemana?" Tanyaku sambil memangku tubuhnya ke dalam pangkuanku.

Hanna langsung menampilkan ekspresi wajah seperti orang yang sedang berpikir. "Hmmm, kemana ya?" Ucapnya dengan ekspresi yang menggemaskan. "Ah, bagaimana jika kita pergi ke Belgia saja?" Celetuknya dengan sangat antusias.

"Brussel? Ide yang menarik sayang." Ucapku sambil mencubit hidungnya dengan gemas. Kemudian aku langsung mengeluarkan ponselku dan menghubungi John untuk menyiapkan segala keperluan kami ke Belgia.

Sesampainya di bandara kami langsung melakukan penerbangan ke Belgia menggunakan jet pribadi milikku. Sepanjang perjalanan Hanna selalu tertidur, mungkin karena pengaruh kehamilannya Hanna jadi lebih cepat merasa lelah.

Tak terbayangkan betapa bahagianya aku bisa kembali melihat, menyentuh dan memeluk kembali Hanna. Aku sangat merindukan kebersamaan kami, terlebih lagi saat mengawasinya ketika tidur. Itulah salah satu kebiasaan baru yang aku lakukan.

Wajahnya yang damai ketika tidur membuatku merasa damai. Tuhan, aku sangat mencintai wanita ini. Terima kasih karena telah mengirimkan bidadari penyelamat dalam hidupku yang di lingkupi oleh kegelapan.

"Terima kasih untuk semuanya, sayang. I love you." Bisikku sambil mengecup lembut keningnya.

***

HANNA

Aku benar-benar tak menyangka bahwa James akan langsung menuruti keinginanku untuk pergi berlibur ke Belgia. Tak tanggung-tanggung kami berada di sana hampir selama satu bulan. Benar-benar menyenangkan, puas sekali rasanya berlibur di sana. Meskipun liburan kami harus sedikit terganggu oleh urusan pekerjaan James.

Tapi itu tak masalah, karena James selalu berada di sampingku dan tetap melayani semua permintaanku dengan sabar. Menurut James, Alex sempat melakukan pembobolan di salah satu perusahaan milik James untuk membalas dendam. Tapi untunglah saja Alex belum berhasil mendapatkan data-data penting milik perusahaan.

Saat ini masalah itu sedang di tangani oleh pihak kepolisian. Pengacara James yang menangani semuanya. Dengan begitu James tak perlu buru-buru pulang ke Miami.

Sepulang dari berlibur aku merasa lebih segar. Menjalani kehamilanku dengan ceria dan tanpa beban. Bahkan aku bisa kembali bertemu dengan Lila. Bicara tentang Lila ia saat ini sudah melahirkan bayi kembar perempuan yang sangat cantik.

Sempat terjadi kesalah pahaman antara James dengan kakak Lila yang merupakan sahabatnya, Gale. Kedua bayi Lila sempat menjadi korban penculikan oleh mantan kekasih Zac yang menurutku sangat gila.

Tapi untung saja Keyra dan Keyna berhasil di temukan dengan selamat. Meskipun Lila sempat mengalami pendarahan hebat pasca melahirkan dan tertekan karena bayinya di culik. Hampir saja kami kehilangan Lila untuk selamanya. Bersyukur Lila berhasil bertahan dan kembali lagi bersama kami.

Dan di sinilah aku sekarang, berada di rumah Zac dan Lila. Aku senang sekali melihat kedua malaikat mungil Lila yang cantik. Rasanya aku ingin cepat-cepat melahirkan bayiku. James juga sudah tidak sabar menunggu kelahiran anaknya yang masih harus menunggu selama tiga bulan lagi.

=END=

Rabu, 22 Januari 2014

Love Under The Rain 6

CLARISS

Waktu di sekitarku rasanya seperti langsung berhenti berputar. Sosoknya yang hanya di terangi oleh cahaya bulan yang menerobos masuk dari jendela yang tirainya masih terbuka seperti menyihirku.

Dia terlihat seperti makhluk magis yang sedang menebarkan pesonanya kepada mangsa yang di pilihnya, yaitu aku. Seseorang yang selama ini aku rindukan kini sosoknya berada tepat di hadapanku. Sosoknya bak patung adonis yang memukau kini tengah melumpuhkanku dengan tatapan matanya yang tajam.

Kehangatan yang aku rasakan dan aku lihat di matanya saat terakhir kali bersamanya kini tak lagi ada. Yang aku rasakan hanyalah tatapan tajam yang dingin dan menusuk. Pikiranku langsung di penuhi oleh berbagai praduga mengenai apa yang terjadi pada Vanno dan membuatnya menjadi seperti ini.

"Clariss..." panggilnya, namun suaranya begitu asing dan dingin menusuk ke jantungku.

"Vanno..." timpalku sambil berusaha untuk tidak terintimidasi olehnya. Meskipun aku tahu bahwa usahaku akan sia-sia.

"Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Hei, duduklah disini jangan berdiri saja." Ucapnya sambil menepuk sofa yang berada di sampingnya.

Aku berjalan menghampirinya sambil mendengus kesal. Apa-apaan itu tadi? Ini kan tempat tinggalku, mengapa dia yang menyuruhku duduk. Benar-benar tidak sopan, gerutuku dalam hati.

"Apa kabarmu, Vanno?" Tanyaku setelah aku duduk di sampingnya, "Mau aku ambilkan sesuatu?" Tawarku.

"Tidak usah Clariss, terima kasih." Ucapnya masih dengan suara yang dingin dan ekspresi wajah yang datar.

Mendengar jawabannya aku kembali duduk di sofa dan lebih memilih untuk tidak menatapnya. Ekspresinya yang datar dan dingin benar-benar membuat hatiku terasa sakit. Rasanya jantungku seperti di remas dan di tusuk-tusuk.

Tiba-tiba Vanno meraih daguku agar menghadap kepadanya. Manik mata kami langsung bertubrukan, mencoba untuk menyelami isi hati dan pikiran masing-masing. Berharap akan menemukan sesuatu meskipun hasilnya sia-sia. Vanno terlalu pandai untuk menutupi perasaannya dengan ekspresinya yang dingin itu.

Selama beberapa menit kami berada dalam posisi seperti ini. Saling terdiam tanpa ada yang berinisiatif untuk memulai pembicaraan. Sampai akhirnya Vanno menciumku. Ciumannya tidak seperti yang aku rasakan dulu. Aku merasa ada kemarahan, kerinduan dan kesedihan dalam ciumannya kali ini, entahlah.

Ia menggigit pelan bibir bawahku, lidahnya berusaha untuk masuk ke dalam mulutku. Namun yang aku lakukan hanya diam tak meresponnya, hingga akhirnya aku mendorong tubuhnya dengan kuat. Ada tatapan terluka di matanya ketika aku melakukan hal itu.

"Kenapa Clariss? Mengapa kau menolakku? Apakah kau tidak merindukanku?" Tanyanya dengan suara yang datar, "Ah, aku tahu. Ternyata kau memang sudah melupakanku, bukan salahmu. Ini salahku dan seharusnya aku tidak datang menemuimu lagi." Lanjutnya sambil menatapku dengan tatapan yang terluka.

"Bu-bukan begitu, Vann. Aku..." timpalku namun Vanno memotong ucapanku.

"Tidak Clariss tidak, seharusnya aku membiarkanmu bahagia dengan pria itu." Aku tersentak dengan mata yang membelakak mendengar kata-kata terakhir yang terucap dari bibir Vanno. Pria? Apa yang dia maksud itu adalah Kak Leon? Tapi bagaimana dia tahu? Berbagai pertanyaan kembali berkecamuk di dalam kepalaku.

"Kalau begitu aku pergi." Tukas Vanno sambil berdiri dari duduknya.

"Vanno, dengarkan aku..." ucapku sambil berdiri dan memegang lengannya.

"Tidak Clariss, semuanya sudah jelas. Apa yang aku lihat adalah apa yang aku yakini." Tuturnya tanpa menatapku. "Selamat tinggal, Clariss. Jaga dirimu baik-baik." Lanjutnya.

Kemudian Vanno melangkahkan kakinya menuju pintu dan menghilang di balik pintu apartemenku. Air mataku langsung jatuh tanpa bisa kutahan. Tubuhku meluruh di atas lantai sambil menangis tersedu, tanganku bergerak menyentuh dadaku yang terasa sakit. Tuhan rasa sakit ini begitu tak terperi.

Hanya Vanno pria yang aku cintai, dan hingga detik ini. Belum ada satu pun pria yang mampu menggeser posisi Vanno di hatiku. Bahkan Kak Leon sekalipun belum bisa menempati tempat itu.

Isakkanku pecah menjadi tangisan yang memilukan. Mengapa aku harus mengalami hal ini lagi? Dua kali sudah Vanno membuatku begini. Apakah itu pertanda bahwa kami tidak di takdirkan untuk bersatu? Bisakah aku merubah takdir itu? Meskipun aku tahu bahwa hanya nasiblah yang bisa di ubah, tapi tidak untuk takdir.

Jika memang begitu adanya jalan yang terbaik adalah aku harus melupakannya. Ya, aku harus melupakan Vanno. Menghapusnya daru hati dan pikiranku, membunuh semua perasaan yang aku rasakan kepadanya. Ya, aku akan melakukan hal itu meski kutahu semua itu akan berat.

Close enough to start a war
All that I have is on the floor
God only knows what we're fighting for
All that I say, you always say more

I can't keep up with your turning
tables
Under your thumb I can't breathe

So, I won't let you close enough to
hurt me
No, I won't rescue you to just desert
me
I can't give you the heart you think you gave me
It's time to say goodbye to turning
tables
To turning tables

Under haunted skies I see you (ooh)
Where love is lost your ghost is found
I braved a hundred storms to leave
you
As hard as you try, no, I will never be
knocked down, whoa

I can't keep up with your turning
tables
Under your thumb I can't breathe

So, I won't let you close enough to
hurt me,
No, I won't rescue you to just desert
me
I can't give you the heart you think you gave me
It's time to say goodbye to turning
tables
Turning tables

Next time I'll be braver
I'll be my own savior
When the thunder calls for me
Next time I'll be braver
I'll be my own savior
Standing on my own two feet

I won't let you close enough to hurt
me,
No, I won't rescue you to just desert
me
I can't give you the heart you think you gave me
It's time to say goodbye to turning
tables
To turning tables
Turning tables, yeah
Turning, oh

(Adele - Turning Tables)

Hatiku kini seperti padang rumput yang gersang. Karena hujan tak kunjung tiba untuk menyiraminya, yang lama kelamaan padang rumput itu perlahan menjadi tandus.

Sejak saat itu aku berusaha keras untuk melupakan Vanno. Meskipun setiap malam ia selalu datang menghantuiku di dalam mimpi. Semua itu benar-benar menyiksak, tak bisa lagi aku merasakan tidur nyenyak di malam hari. Karena aku takut melihat sosok Vanno di dalam mimpiku.

Dalam waktu yang singkat aku kehilangan berat badanku, mataku jadi terlihat lebih besar karena mataku terlihat cekung dengan lingkaran hitam yang besar. Dan orang yang terlihat sangat khawatir melihat keadaanku adalah Glad, yang tak lain adalah sahabatku.

"Demi Tuhan Clariss, apa yang sebenarnya terjadi kepadamu?" Tanya Glad sambil mengguncang bahuku. Namun aku tetap tak bergeming. "Clariss please, jangan seperti ini. Aku benar-benar khawatir melihat keadaanmu seperti ini." Lanjut Glad, terdengar jelas dari suaranya bahwa ia benar-benar sangat mengkhawatirkanku.

Maaf Glad, maafkan aku. Saat ini aku benar-benar belum bisa menceritakan semuanya kepadamu. Aku belum sanggup untuk mengungkapkan semua isi hatiku saat ini. Membicarakan tentang Vanno hanya membuat luka di hatiku semakin dalam. Meskipun aku tak menampik pikiranku selalu memikirkan sosoknya dengan sadar atau tanpa sadar.

Selasa, 21 Januari 2014

Night Passion Of A Grey Eyed Man ( Chapter 1 )

WARNING  20++ 


Jangan lupa tinggalkan jejaknya, don't be a silent readers. Okay? 

`♡`♡`♡`♡`♡`♡`♡`♡`♡`♡`♡`♡`♡`♡


CHAPTER 1

"Ya... Ya, seperti itu sayang. Oh God."

Plak...

Plak..

"Ya Tuhan, ini sangat nikmat."

Plak...

Plak...

"Lebih cepat sayang... oh astaga... ahh..."  wanita itu pun mengerang panjang.

Suara-suara erangan dan lengguhan yang panjang itu kini memenuhi salah satu kamar suite terbaik di salah satu hotel bintang lima yang terletak di pinggiran kota. Sedangkan si pria terus memacu kejantanannya keluar masuk kewanitaan si wanita.

Si wanita terus menerus mengerang di terjang kenikmatan. Matanya terpejam meresapi sensasi setiap tusukan kejantanan yang saat ini sedang keluar masuk di liangnya. Ketika ia akan kembali mendapatkan orgasmenya yang entah sudah berapa kali si pria bermata abu-abu itu membuatnya frustasi karena si pria mencabut kejantanannya.

Si pria membalik tubuh si wanita, membuat setengah tubuhnya berada di lantai. Kemudian si pria mengambil beberapa utas tali dan mulai mengikat kedua tangan wanita itu ke tiang tempat tidur. Mengikat kedua kakinya lalu merentangkang tali itu agar kakinya terbuka lebar.

Si wanita benar-benar terekspos dengan posisi seperti itu. Kali ini si pria mengambil sebuah butt plug berwarna perak dan sebotol cairan pelumas. Si pria mendekati di wanita kemudian menapar pantatnya secara bergantian.

Ia mengoleskan cairan pelumas itu tepat di belahan pantat sang wanita. Kemudian meratakan cairan pelumas itu menggunakan tangannya. Ia mulai memasukkan jarinya ke dalam lubang anusnya dan tubuh si wanita bergetar dengan erangan yang mengiringi proses itu. Si pria menggerakkan jarinya keluar masuk, membuat si wanita menggelinjang karena nikmat.

Plakk...

Tiba-tiba si pria melayangkan kembali tamparan di pantat si wanita, "Diamlah jangan banyak bergerak, atau aku akan berbuat kasar kepadamu." Ia menggeram dengan suara serak yang begitu seksi.

Wanita itu mengerang sambil berusaha menenangkan dirinya. Setelah itu si pria mulai memasukkan butt plug yang sudah di lumuri oleh cairan pelumas.

"Ah..." si wanita mendesah, matanya terpejam menikmati setiap sensasi yang tengah menjalari bagian belakang tubuhnya itu.

Kemudian si pria menepatkan dirinya dia antara tubuh si wanita. Dengan posisi ia berada di bawah tubuh si wanita. Ia mengarahkan kejantannya yang masih keras itu memasuki organ intim si wanita.

Menempatkan tangannya di pantat si wanita agar mudah menggerakkan butt plug yang kini tertanam di pantat si wanita. Si wanita kembali mengeluarkan erangan-erangannya ketika butt plug itu mulai di gerakkan.

Gerakan menekan yang di lakukan pada butt plug di pantat si wanita otomatis membuat badannya terdorong dan membuat kejantanan si pria semakin dalam melesak masuk ke dalam kewanitaannya.

Tak perlu menunggu lama si wanita kini kembali di serang oleh gelombang kenikmatan. Kenikmatan yang begitu besar dan tak pernah di rasanya selama menjadi seorang wanita panggilan yang selalu menemani si pria.

Ketika tubuh si wanita lemas si pria melepaskan kejantannya kembali. Kali ini ia berada dalam posisi berdiri. Kemudian langsung menghujamkan kejantannya ke liang si wanita dan memacu kejantanannya dengan sangat keras dan cepat.

Tak peduli bahwa kini tubuh si wanita terkulai lemas akibat orgasme yang sedang di alaminya. Si pria terus memacu kejantanannya, kembali membangkitkan gairah si wanita. Hingga akhirnya si wanita kembsli mengalami orgasme dan si pria memuntahkan semua benihnya di punggung si wanita.

Si pria langsung melepaskan semua tali yang mengikat kaki dan tangan si wanita. Tubuh si wanita langsung meluruh ke lantai dengan kepala bersandar di tempat tidur. Si pria membopong tubuh di wanita dan meletakan tubuh si wanita di atas tempat tidur.

"Berbaringlah bersamaku, please." Pinta si wanita dengan suara yang nyaris berbisik.

"Tidak, kau tahu aku seperti apa bukan? Lagipula aku harus segera pergi, ada pertemuan yang harus aku hadiri." Timpal si pria sambil berjalan menuju ke kamar mandi.

Setelah selesai membersihkan dirinya si pria langsung berpakaian. Ia mendekati tempat tidur dan melihat si wanita tengah terlelap. Rona kemerahan masih menghiasi wajahnya. Meskipun terlihat kelelahan kepuasan terlihat di wajahnya.

Si pria meletakkan setumpuk uang di atas nakas. Kemudian ia melenggang keluar dari kamar suite tersebut.

***

Pria bermata abu-abu itu adalaj Maximilliano Andreas Alderman. Pemilik Alderman Inc, sebuah perusahaan yang memiliki rantai bisnis dalam bidang ekspsor dan impor hampir di seluruh dunia. Tampan, muda dan kaya raya menjadikan Max bujang paling di minati saat ini. Meskipun dia terkenal sebagai seorang Don Juan tapi tak pernah ada satupun wanita yang berhasil menarik perhatiannya.

Baginya wanita tak lebih dari sebuah alat pemuas hasratnya semata. Ia berganti wanita seperti mengganti pakaian. Setidaknya seperti itulah prinsip yang ia pegang selama ini. Cinta bukanlah sesuatu hal yang begitu berarti baginya. Cinta dan kasih sayang hanyalah omong kosong.

Dan wanita adalah makhluk perusak, penampilan mereka yang lemah lembut dan telihat rapuh hanyalah kedok. Seperti itulah wanita bagi seorang Maximilliano. Bergelimangan materi tidak serta merta membuat kehidupannya damai dan bahagia. Keluarganya hancur berantakan, ibu yang di sayanginya meninggal dengan cara yang mengenaskan.

Semua itu di karena perbuatan wanita iblis yang menjadi simpanan ayahnya. Tak puas menghancurkan keluarganya, wanita iblis itu berhasil membuat ibunya menderita hingga akhir hayatnya, membuat sang ayah mengalami kelumpuhan. Seluruh harta milik keluarganya habis tak tersisa dan pergi begitu saja. Max yang saat itu masih berusia 12 tahun harus banting tulang untuk menghidupi dirinya dan ayahnya yang mengalami kelumpuhan.

Meskipun sang ayahlah penyebab awal semua kehancuran keluarganya, Max masih mau merawat sang ayah. Wanita iblis itu tak menyadari bahwa ia telah menyalakan api di dalam sekam. Yang sewaktu-waktu siap membesar dan membakar apa saja yang menghalangi jalannya.

Kerja keras Max membuah hasil. Lihatlah apa yang di miliki olehnya saat ini. Materi yang berlimpah, apapun yang di inginkannya akan segera di penuhi. Tak ada seorang pun yang mampu menolak keinginannya. Max tumbuh menjadi seorang pria yang di anugrahi oleh ketampanan yang mematikan bagi kaum wanita. Perpaduan malaikan dan iblis dalam satu tubuh.

Para wanita berlomba-lomba mendekatinya bahkan dengan sukarela memberikan tubuhnya kepada sang Don Juan. Terkadang Max menatap jijik kepada wanita-wanita yang selalu mengejarnya itu. Semakin rendah pula ia memandang wanita.

Satu yang menjadi tujuannya sejak lama. Mencari keberadaan wanita yang telah menghancurkan keluarganya. Itulah mengapa ia mengganti nama belakang keluarganya menjadi Alderman yang merupakan nama belakang keluarga angkatnya.

Max ingin menghancurkan wanita iblis itu. Bahkan jika perlu ia akan melenyapkannya, sama seperti ketika ia melenyapkan ibu tercintanya. Dendam kesumat itu memang telah mendarah daging di hidupnya, jauh ketika ia masih anak-anak.

Sayangnya ia belum berhasil menemukan keberadaan wanita iblis itu hingga saat ini. Mau tak mau ia harus kembali memendam dan menahan amarah yang selama ini menggerogotinya.

***

Sebulan kemudian akhirnya ia berhasil menemukan tempat tinggal si wanita iblis. Maka tak perlu berpikir panjang Max langsung pergi mendatangi wanita itu dan langsung membuat keributan. Beberapa orang bodyguardnya sedikit mengobrak abrik kediaman si wanita iblis itu. Barulah Max masuk ke dalam untuk bertatapan langsung dengan  wanita iblis itu.

"Siapa kau? Apa yang kau lakukan di rumahku?" Pekik si wanita iblis ketika melihat Max masuk.

"Kau tidak ingat kepadaku? Ah, sudah lama sekali ternyata. Sejak kau pergi membawa seluruh harta milik ayahku dan membuat ibuku menderita hingga akhir hayatnya." Ucap Max dengan suara dingin dan wajah yang sangat datar.

Wanita itu tercengang ketika mendengarkan penuturan yang di ucapkan oleh pria yang kini tengah berdiri di hadapannya. Ia langsung teringat pada seorang anak laki-laki yang menatapnya dengan tatapan penuh kebencian. Meskipun ia masih kecil tapi terasa sekali aura membunuh yang menguar dari tubuh kecil itu. Bagaimana mungkin ia lupa pada Joshep Jefferson. Seorang pria kaya raya yang hidupnya telah berhasil ia hancurkan.

Jika ia tak salah ingat pria yang di hadapannya saat ini adalah seorang CEO muda yang paling sukses di seantero negeri. Semua orang tahu benar sepak terjang seorang Maximilliano Alderman.

Namun wanita itu tak pernah menyangka bahwa Maximilliano Alderman adalah anak dari pria yang telah ia hancurkan hidupnya di masa lalu. Tubuhnya bergidik ngeri, karena ia tahu apa yang akan di lakukan oleh Max pada orang-orang yang di anggapnya musuh.

Sudah jelas sekali Maximilliano Alderman menganggapnya musuh. Musuh bebuyutan mungkin, karena ia telah menggancurkan keluarganya yang harmonis. Ia menghancurkan keluarga itu tanpa ampun dan belas kasihan.

"Apa yang kau mau dariku?" Tantang wanita itu sambil tetao bersikap tenang. Meskipun sebenarnya ia sangat ketakutan.

"Aku akan membuatmu membayar semua perbuatanmu di masa lalu. Tunggu saja apa yang akan aku lakukan kepada keluargamu wanita iblis." Ancam Max sambil menatapa tajam wanita itu.

Kemudian Max pergi meninggalkan kediaman wanita itu. Ada berbagai rencana yang tersusun di dalam kepalanya. Rencana untuk membalaskan dendamnya yang terpendam selama bertahun-tahun. Ia telah bersumpah untuk membalaskan dendam atas kematian ibunya. Dan kali ini wanita iblis itu takkan pernah bisa lolos.

Senin, 20 Januari 2014

I'm The Girl Who Can't Be Moved

Kehidupanku setelah kepergian Paul untuk selama-lamanya telah mengubah hidupku sepenuhnya. Kini semuanya tak lagi sama. Rasa kosong dan sepi itu amat sangat terasa nyata. Keinginan untuk menghabiskan usia senja bersama sambil bergandengan tangan dan menikmati matahari terbenam bersama pupus sudah.

Aku tak tahu sampai kapan aku terus menerus seperti ini. Sulit untuk melupakan sosok Paul. Terlebih lagi William memiliki paras sang ayah, William adalah replika suamiku. Aku akan memeluk William sambil menangis dalam diam ketika aku sudah benar-benar tak mampu lagi membendung dan menahan perasaan rinduku kepada Paul.

Belum puas aku merasakan hidup bersamanya. Terlebih lagi Paul mengatakan bahwa ia akan pensiun dari profesinya saat ini. Karena Paul ingin membayar semua waktunya yang hilang bersama Meadow. Apalagi saat William telah hadir di tengah-tengah keluarga kecil kami, Paul benar-benar tak bisa jauh dengan kedua anaknya.

Kehadiran William membuat keluarga kami menjadi lengkap. Ada Meadow yang cantik dan William yang tampan. Anganku melambung tinggi setelah melahirkan William. William dan Meadow benar-benar membuatku merasa menjadi seorang wanita dan seorang ibu yang sempurna.

Dan semua itu berkat Paul, ialah yang selalu menyemangati dan menguatkanku ketika aku merasa tak yakin dengan semua hal yang aku alami ini. Ia juga selalu mengatakan bahwa aku akan menjadi ibu yang baik untuk Meadow dan William.

Aku tahu bahwa aku tak bisa terus menerus seperti ini. Terpuruk dan terpaku pada masa lalu. Aku harus bangkit, demi kedua anakku. Mereka berdua sangat membutuhkanku.

Setelah tiga bulan mengurung diri di rumah bersama anak-anak dan keluarga besar Paul akhirnya aku nenutuskan untuk keluar. Memulai kembali aktivitasku seperti biasa. Hal pertama yang aku lakukan adalah pergi ke area crashsite sambil membawa sebuket bunga mawar merah dan putih.

Tujuanku hanya ingin menunjukkan bahwa perasaan cintaku pada Paul takkan pernah berubah sedikitpun. Meskipun perkenalan kami singkat tapi Pau telah memberikanku banyak hal. Membuatku merasa di cintai, di sayangi, di butuhkan, dan di inginkan dengan begitu besar.

Air mataku tak kuasa lagi kutahan saat sampai di tempat kejadian. Sekuat tenaga aku menahan pergolakan emosi yang terjadi di dalam diriku ketika melihat tempat itu. Tempat di mana suamiku meregang nyawa hingga akhirnya Tuhan mengambilnya kembali.

Sejak kejadian kecelakaan yang menewaskan Paul aku benar-benar menjauhi media. Aku tidak menonton TV, tidak membaca majalah, bahkan aku menutup akun pribadiku di media sosial untuk sementara waktu.

Membaca berita tentang kecelakaan itu hanya membuatku menangis meraung dan histeris. Tapi sekarang sudah tidak. Saat ini aku terkesan acuh ketika mendengar berita-berita tentang kecelakaan maut yang telah merenggut nyawa suamiku. Aku tak mau mengingat semua itu.

Yang akan aku ingat saat ini dan selamanya hanyalah kenangan indahku bersama Paul dan anak-anak. Karena kenangan indah itulah yang akan selalu membuatku menjadi kuat untuk Meadow dan William. Kebahagian anak-anakku yang kini menjadi prioritas utamaku.

***

Aku kembali ke studio untuk melanjutkan rekaman album terbaruku yang terbengkalai. Tawaran untuk fashion show dan pemotretan pun aku terima. Sebanyak apapun aku mengambil pekerjaan aku akan berakhir dengan keadaan yang sama.

Diam-diam menangis sambil memandangi cincin pernikahanku. Cincin yang di sematkan oleh Paul untuk mengikatku. Sebuah benda yang memiliki histori dan sangat sakral untukku. Saat ini aku sedang berada di sebuah hotel yang ada di kota New York.

Aku menatap langit sore dari balkon kamarku. Tahun lalu aku bertemu Paul di kota ini dan besok malam acara yang mempertemukan kami akan di gelar besok. Hatiku berdebar tak karuan, otakku langsung kembali ke masa itu. Masa-masa indah yang takkan pernah bisa aku lupakan selamanya.

It’s been 3 months and a day
Since you’ve pulled my heart away
Still can’t believe you’re gone
And so hard for me to say
Just when I feel I can’t move on

I’m reminded by our song
And every line brings back memories
And slowly breaks my heart til I can't breathe
Remember when you used to love me?
When you said you couldn’t live without me

And I want you back
Why you act like that?
And now all I can say…
Remember when you used to love me?
I could’ve sworn you said you’d never leave me

So where I belong?
What did I do wrong?
Guess that’s all that’s left to say
So baby, why the sudden change?
Seems like minutes til New Orleans, now it’s turned to days
Wish I could forget it really, too much to erase

Oh baby, please come back to me
It shouldn’t be this hard to see
Cause I’m so sick of missing memories
That slowly breaks my heart til I can't breathe

Remember when you used to love me?
When you said you couldn’t live without me
And I want you back
Why you act like that?
And now all I can say…
Remember when you used to love me?
I could’ve sworn you said you’d never leave me

So where I belong?
What did I do wrong?
Guess that’s all that’s left to say
What about all the dreams we had?
Say you, this wouldn’t last
I just wish you were wrong
What about baby I love you?
Telling me you’d never do

Oh won’t you just come undone?
Tell me why you wanna hurt me
I don’t deserve this
I thought we have everything everything
Anything anything
Do you remember?

Baby, please say you remember baby
All we were, you and me
Do you remember?
I could’ve sworn you said you’d never leave me
Yea, I want you back
Why you act like that?
And now all I can say…

Remember when you used to love me?
When you said you couldn’t live without me
Remember when you used to love me?
I could’ve sworn you said you’d never leave me
So where I belong?
What did I do wrong?
Guess that’s all that’s left to say

(Samantha Jade - Remember)

"Aku sangat merindukanmu, Paul." Gumamku sambil menatap langit yang kini mulai berubah senja.

"Jika kau merindukanku tataplah langit yang terhampar luas di luar sana. Langit yang tanpa batas seperti itu pulalah perasaanku kepadamu. Tanpa batas dan takkan pernah habis. Bahkan kematianpun takkan bisa menghapuskannya. Jika kematian memisahkan kita percayalah bahwa kita akan di persatukan kembali di tempat yang jauh lebih indah. Itulah yang akan aku lakukan. Jika suatu saat nanti Tuhan memanggilku terlebih dahulu jangan menangis. Yakinlah karena kita akan bertemu kembali. Aku akan menunggumu di surga."  Ucap Paul ketika kami sedang menghabiskan waktu bersama di sela-sela kesibukannya. 

Aku termenung mendengarkan kata-kata yang baru saja terlontar dari bibirnya. Perasaanku campur aduk, entahlah tapi aku tak mau terbebani  oleh kata-kata itu. Apalagi saat ini aku tengah mengandung. Dalam hitungan hari buah cintaku dan Paul akan terlahir ke dunia ini.

"Ada apa sayang? Jangan terlalu memikirkan kata-kataku barusan. Aku juga tidak tahu mengapa aku brkata seperti itu." Ucapnya sambil mencium keningku, "Jangan pikirkan lagi, kau tidak boleh stress sayang." Lanjutnya sambil mengelus perutku dengan lembut.

"Aku hanya gugup menanti kelahiran bayi kita, sayang." Ucapku bohong.

"Semua akan baik-baik saja, sayang. Kau akan menjadi seorang ibu yang hebat. Kau sudah membuktikannya dengan merawat Meadow." Ucapnya memberi semangat.

"Terima kasih karena sudah memberikanku kepercayaan ini." Tuturku tulus sambil membelai wajahnya dan menepelkan kening kami.

"Aku akan selalu ada di sisimu hingga akhir waktu, sayang. Setelah selesai syuting film Fast and Furious 7 selesai aku akan berhenti menjadi aktor. Aku ingin melihat anak-anakku tumbuh dewasa dan aku ingin mendampingi mereka." Ungkapnya.

Air mata yang tiba-tiba jatuh membasahi pipiku langsung mengeluarkanku dari ingatan itu. Ingatan yang baru aku sadari bahwa itu adalah salah satu pertanda. Pertanda yang lagi-lagi luput dari pengamatanku.

Bloody Love ( The Endless Tormented)

Penyiksaan kini kerap kali aku rasakan. Tak hanya oleh ayahku, tapi kakakku Giovanna pun ikut menyiksaku. Rasa sakit yang di timbulkan karena luka-luka di sekujur tubuhku benar-benar sangat menyiksa.

Sampai aku tidak bisa menggerakan seluruh tubuhku. Mataku hanya bisa tertutup sambil meringkuk di atas lantai yang dingin tanpa alas sehelai pun. Karena semenjak kejadian itu Dad menempatkanku di sebuah ruangan sempit dan gelap yang berada di basement sebuah gudang penyimpanan yang letaknya jauh dari rumah utama.

Terkadang aku selalu berpikir mengapa Dad sampai setega itu kepadaku. Dad memperlakukanku seperti binatang, seolah aku ini bukan putrinya. Atau sebenarnya aku ini memang bukan putri Dad. Hanya Mom dan nenek Rossemary yang masih mau menemuiku disini meskipun tidak setiap hari.

Mom dan nenek akan datang menemuiku jika Dad dan Giovanna tidak ada di rumah. Mereka berdualah yang merawat dan mengobati semua luka-luka di tubuhku ini.

Setiap kali Dad datang menemuiku hanya untuk mencambuk tubuhku. Ia berkata bahwa sudah banyak yang menjadi korban karena kelakuanku. Semakin hari aku hanya semakin membuat warga sekitar menjadi resah dan ketakutan.

Bahwa nama baik keluarga Rossetti sudah tercoreng karena kejadian ini. Dan semua terjadi karena ulahku. Akulah penyebab teror di kota ini. Bahkan jika aku terus-terusan memangsa korbanku Dad tak segan-segan menyerahkanku kepada warga agar mereka sendiri yang memberikan hukuman untukku.

Dan yang tak pernah kumengerti adalah ketika mendengar banyak sekali orang yang telah menjadi korbanku. Sehingga Dad sekarang benar-benar memasungku. Dad membelengguku dengan rantai yang besarnya dua kali lipat dari rantai yang pertama kali Dad ikatkan di tubuhku.

Seluruh tubuhku di tutupi oleh rantai-rantai yang besar itu. Rasanya benar-benar sangat menyakiykan. Luka-luka terbuka yang bertebaran di sekujur tubuhku kondisinya semakin parah dan terinfeksi.

Seluruh otot di tubuhku menjadi kaku tak bisa di gerakkan sedikitpun. Sepertinya tubuhku mati rasa, Dad benar-benar tega padaku. Mengapa Dad sampai berbuat sejauh ini.

Meskipun pelayan sering datang untuk membawakan makanan tapi dengan keadaan yang seperti ini aku tak bisa memakan makanan itu. Aku juga tidak bisa mengharapkan Mom atau nenek Rossemary. Karena mereka tidak bisa datang menemuiku setiap hari.

Tuhan, mengapa hidupku jadi seperti ini? Mengapa aku harus mengalami kejadian yang mengerikan dan membingungkan ini?

***

"Reindhart..." Madeleine memanggil suaminya yang sedang serius membaca buku di ruang baca.

"Ada apa, sayang?" Tanya Reindhart tanpa melepaskan pandangannya dari buku yang sedang di bacanya.

"Aku ingin membicarakan tentang Emerald, Reind." Ucap Madeleine penuh kehati-hatian.

"Apalagi yang ingin kau bahas? Aku rasa semuanya sudah cukup jelas, bukan?" Timpalnya, sepertinya Reindhart mulai tertarik oleh perkataan sang istri, "Emer benar-benar sudah membuatku malu." Lanjutnya.

"Tapi Emer putri kita Rein, dia darah dagingmu. Kau tak bisa memperlakukannya Emer seperti itu, Rein. Emer hanyalah seorang anak perempuan, ia masih kecil." Ungkap Madeleine tanpa bisa menyembunyikan perasaan sedihnya.

"Dia monster Madeleine, bukan putri kecil kita yang cantik lagi." Reindhart menanggapi ucapan istrinya dengan begitu datar dan nyaris tanpa emosi yang tersirat di wajahnya sedikitpun.

Madeleine benar-benar tak mengerti dengan semua kejadian yang menimpa keluarganya kini. Ia merasa bahwa saat ini keluarganya sedang mendapatkan ujian dari para leluhur.

Bahkan Madeleine sangat yakin sekali bahwa bukan Emer putri kecilnya yang telah melakukan perbuatan keji itu. Ia melihat seperti ada sesuatu di dalam diri Emer dan mengendalikan Emer untuk berbuat hal kejam seperti itu.

Dan mengapa pula Reindhart tak berpikir bahwa bagaimana mungkin anak sekecil Emer bisa melakukan hal yang mengerikan seperti itu. Reindhart malah menyiksa Emer seperti binatang yang tak layak hidup. Bahkan binatang pun memiliki hak untuk hidup mereka.

"Rein, mengapa kau tidak menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi pada putri kita? Kau bisa melakukan hal yang lebih berguna daripada terus melakukan penyikasaan terhadap Emer." Tukas Madeleine yang mulai merasa jengah dengan semua sikap dan perlakuan suaminya itu terhadap Emer yang tak lain adalah putri kandung mereka berdua.

"Berhenti mengeluarkan kata-kata yang memojokkanku, Madeleine. Seolah bahwa akulah yang harus bertanggung jawab atas semua kekacauan ini." Hardik Reindhart emosi.

"Kau... dengar Reindhart aku akan melakukan apapun untuk Emer. Karena aku sangat yakin sekali bahwa semua kekacauan ini di luar kendali kesadaran Emer sendiri." Jelas Madeleine menggebu-gebu.

Setelah itu Madeleine langsung pergi meninggalkan ruang baca. Ternyata sia-sia, berbicara baik-baik dengan suaminya sekarang ini menjadi sangat sulit. Padahal Reidhart yang pertama kali di kenalnya dulu tak pernah memakai cara kekerasan untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Tapi sekarang ia malah melakukan cara kekerasan dengan dalih untuk menghukum Emer. Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi pada keluargaku ini? Mengapa tak ada titik terang sedikitpun untuk menyelesaikan masalah ini.

***

Reindhart berjalan menuju ke gudang belakang tempat Emerald di kurung. Ia bersama beberapa orang yang kini ia tugaskan untuk memberikan hukuman pada Emer dan sekalian mengawasinya.

Reindhart benar-benar sudah tak tahu harus bagaimana lagi untuk menyelesaikan permasalahan pelik yang kini tengah mendera keluarganya. Jauh di dalam hatinya ia sangat merindukan ketentraman keluarganya itu. Terutama Emer, ia sangat merindukan tawa putri kecilnya itu.

Emer yang ceria, selalu membuat semua orang merasa bahagia ketika melihatnya, kini telah berubah menjadi sosok yang paling di takuti oleh semua orang. Emer yang cantik kini menjadi sosok yang mengerikan.

Laporan terakhir dari warga yang kuterima pagi ini kembali membuatnya menggeram marah karena frustasi. Salah satu tetua di daerah ini di temukan tewas dengan cara yang mengenaskan. Tubuhnya di temukan dengan keadaan luka yang sangat parah. Luka di perutnya terbuka lebar, seluruh organ di dalam tubuhnya tercecer di lantai. Sedangkan organ jantungnya hilang entah kemana. Sama seperti keadaan korban yang sebelumnya.

Bahkan luka-luka sayatan di sekujur tubuhnya pun memiliki pola yang sama. Sudah di pastikan bahwa Emerald-lah yang melakukan tindakan keji itu.

Reindhart tidak tahu harus berbuat apa untuk menghentikan semua teror yang di lakukan oleh putri bungsunya. Apalagi ia tak pernah sedikitpun mengendurkan penjagaan dan pengawasan terhadap Emer. Tapi apa yang terjadi? Serangan itu selalu terulang terus menerus bahkan tindakannya semakin kejam.

Dua hari yang lalu keluarga Jenkins menemukan tubuh anak lelaki mereka tebujur kaku dalam genangan darah. Dan yang mengejutkan kepala putra mereka tergantung di langit-langit kamarnya. Dengan darah yang masih menetes dan matanya yang membelalak terlihat sangat ketakutan.

Dengan penuh amarah Reindhart melangkahkan kakinya menuju ke tempat Emer di kurung. Saat sampai di sana ia melihat Emer masih terikat rantai di tempat tidur usang itu. Wajahnya sangat pucat, tubuhnya kurus hanya tulang yang terbungkus kulit.

Ada perasaan sakit yang begitu dalam ketika melihat keadaannya. Semua orang tahu bahwa Raindhart sangat mencintai dan menyayangi Emer. Tapi ia juga tak mengerti mengapa Emer harus berubah seperti itu? Menjadi monster yang terus melakukan teror.

Selama beberapa menit Reindhart terus memperhatikan putrinya. Tak ada pergerakan sama sekali dari tubuh Emer. Hanya bunyi nafasnya yang putus-putus masih sempat ia dengar. Sebelum akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan tempat itu.

***

Tengah malam tiba, Madeleine dan nenek Rossemary berjalan beriringan sambil mengendap-endap. Mereka berdua menyusup untuk pergi ke gudang. Madeleine telah mencampur minuman para penjaga dengan obat obat tidur. Ia lakukan agar bebas saat masuk ke dalam.

Ia dan nenek Rossemary telah merencakan sebuah pelarian untuk Emer. Madeleine akan mengeluarkan Emer dari gudang yang sempit dan pengap itu. Tak apa ia harus melepas putri kecilnya pergi asalkan Emer bisa bebas dari siksaan yang di lakukan oleh suaminya itu.

Setelah berhasil membuka pintu Madeleine langsung bergegas melepaskan kunci-kunci gembok yang di pasang di seluruh rantai. Dengan susah payah akhirnya Madeleine berhasil melepaskan seluruh rantai yang mengikat tubuh Emer.

"Emer sayang, ayo bangun." Panggil Madeleine sambil menepuk-nepuk pipi putrinya.

Sedangkan nenek Rossemary mulai mengganti pakaian Emer dan mulai mengoleskan obat di semua luka Emer dan membalutnya dengan perban.

"Emer cucu nenek, ayo bangun sayang." Nenek Rossemary ikut memanggil Emer sambil mengelus kepalanya.

Dengan perlahan kelopak mata Emer terbuka. Matanya yang hijau seperti batu emerald itu terlihat begitu kuyu. Tak ada lagi sinar keceriaan di matanya yang indah itu. Hanya ada ketakutan, kesedihan, kesakitan dan kebingungan dari sorot matanya.

"Maa, Granny." Panggilnya dengan suara yang begitu lemah.

"Cepat berikan obatnya." Perintah nenek Rossemary kepada Madeleine.

Dengan penuh kehati-hatian Madeleine meminumkan obat kepada Emer. Obat itu bertujuan untuk mengembalikan dan memulihkan tenaga Emer. Setidaknya Emer bisa pergi jauh dari daerah ini. Setelah selesai Madeleine membantu Emer duduk.

"Maa, apa yang Maa lakukan di sini besana Granny?" Tanya Emer yang wajah pucatnya kini mulai terlihat berwarna.

"Granny dan Maa akan membebaskanmu dari, sayang." Jelas nenek Rossemary.

Kemudian Madeleine dan nenek Rossemary menjelaskan rencana pelarian yang akan di lakukan oleh Emer. Mereka berdua telah menyiapkan berbagai keperluan untuk Emer selama dalam pelariannya. Setidaknya semua perlengkapan itu cukup sampai Emer mendapatkan tempat yang aman.

Dengan di bantu oleh ibu dan neneknya Emer pergi meninggalkan kediaman Rossetti. Meskipun berat dan sedih tapi Emer harus tetap pergi meninggalkan orang-orang yang di cintainya. Dan untuk kebaikan semua orang. Maka di mulailah perjalanan Emer untuk mendapatkan kehidupannya yang seperti dulu.

Night Passion Of A Grey Eyed Man

PROLOG

Hingar bingar musik di dalam sebuah klub tidak menyurutkan langkah dari seorang pria yang memiliki penampilan bak adonis. Tubuhnya yang sempurna terbalut oleh setelan jas mahal dengan kain yang terbaik.

Sepasang matanya yang berwarna abu-abu mengawasi setiap sudut klub yang di datanginya itu dengan tajam. Ia sedang mencari objek yang bisa menjadi tempat pelampiasannya.

Matanya menangkap sesosok wanita yang sedang asyik bergoyang mengikuti alunan musik ditengah lantai dansa. Tubuhnya terbungkus oleh pakaian yang sangat minim dan ketat sekali. Bahan pakaiannya yang tipis membuat sesuatu yang berada di balik pakaian itu bisa dengan jelas terlihat. Banyak pula pria yang berusaha mendekati dan menyentuh wanita itu. Namun si wanita terlihat tak peduli dan tertarik dengam sekitarnya.

Dengan langkah mantap si pria langsung berjalan menuju si wanita berada. Aura yang menguar dari tubuh si pria membuat beberapa orang menyingkir dan menjauh. Tanpa banyak kata si pria langsung menarik lengan si wanita yang ternyata sedang dalam keadaan setengah mabuk itu keluar dari area lantai dansa.

Langkah kaki mereka menuju ke arah sebuah private room yang memang disediakan oleh pihak club. Si pria langsung saja menyerbu wanita itu dengan ciuman-ciuman yang panas dan liar. Tanpa ampun dan tanpa jeda sedetikpun, seperti dikejar oleh sesuatu yang sangat mendesak dan memaksanya untuk melakukannya dengan cepat.

Si wanita yang semula kaget kini terlihat lebih rileks dan sangat menikmati cumbuan yang diberikan oleh si pria. Tanpa basa basi si pria langsung mendorong turun gaun si wanita dan menangkup kedua payudaranya, meremas dan memilin bagian putingnya dengan keras, membuat si wanita melenguh keras karena nikmat.

Kini bibirnya menggantikan tangannya yang sejak tadi bermain-main di kedua gundukan kenyal itu, karena kini tangannya telah menyusup masuk ke dalam thonk si wanita dan merobeknya. Mencari titik paling sensitif yang akan membuat wanita itu berteriak-teriak.

Saat ia menemukan apa yang dicarinya, tanpa ampun si pria memainkan jari-jarinya di sana, membuatnya semakin membengkak dan cairan kenikmatan tak henti-hentinya keluar dari liang organ intim si wanita. Kini jari-jarinya yang panjang dan besar tengah bersarang dan mulai mengaduk-aduk dinding organ intim si wanita.

Dua jari kini telah bersarang di dalam organ vitalnya. Si pria tersebut menggerakkan ketiga jari-jarinya dengan cepat. Membuat si wanita mengerang dan menggerakkan pinggulnya untuk mendapatkan kenikmatannya. Tapi si pria tak begitu saja memberikannya, karena dengan cepat ia mengeluarkan jarinya dari dalam sana.

Si pria kini kembali memdaratkan bibirnya di bibir si wanita. Menciumnya dengan lembut, mencecap rasa manisnya. Tangannya meremas dengan pelan kedua payudaranya, mempermainkannya dengan lembut. Sedangkan si wanita mendaratkan tangannya pada gundukan yang masih tertutupi oleh kain itu. Gundukan yang sudah sangat keras, bahkan denyutannya terasa.

Lalu dengan cepat si pria membuka restleting dan ikat pinggangnya, membebaskan miliknyanya yang sudah mengacung tegak dan keras. Ia meraih kepala si wanita dan mengarahkan miliknya masuk ke dalam mulut mungil si wanita. Awalnya si wanita merasa kesulitan karena ukuran milik si pria yang memiliki ukuran yang cukup besar. Susah payah ia mengulum dan menjilati miliknya yang besar itu. Memasukannya hingga mengenai dinding tenggorokannya dan hampir tersedak.

Hampir tersedak rupanya tidak mengurungkan niat si wanita untuk terus melakukan hisapan dan jilatan pada milik si pria. Hisapan dan jilatan yang di berikan si wanita membuat si pria menggeram dan melengguh penuh kenikmatan.

Si pria mencengkram kuat rambut si wanita sambil menggerakkan badannya. Geraman terdengar dari si pria ketika ia hampir mencapai pelepasannya. Akhirnya ia memuntahkan semua benihnya di dalam mulut si wanita dan menahannya. Sehingga mau tak mau si wanita menelan habis cairan si pria. Saking banyaknya cairan itu meleleh keluar dari mulutnya.

Si wanita terlihat terkulai lemah di atas sofa, namun itu tak menyurutkan si pria untuk terus melampiaskan nafsunya. Terlebih lagi penisnya masih dalam keadaan keras dan siap untuk kembali bertempur. Ia mengeluarkan seutas tali yang sudah terpotong menjadi dua bagian dari dalam saku jasnya.

Ia memutar tubuh si wanita dalam posisi menungging dan menumpu tubuh bagian atasnya di atas meja. Membuka lebar-lebar kedua kakinya, lalu dengan terampil mengikat masing-masing kaki dan tangannya menjadi satu dengan tali yang ia bawa. Itu memungkinkan untuk memperkecil gerakan si wanita.

Tanpa peringatan si pria langsung menyerang bagian intim  si wanita dengan mulutnya. Ia menjilat lipatan organ intim itu dengan rakus, lidahnya yang kasar mencecap setiap inchi organnya. Lidahnya dengan cepat menusuk liangnya membuat tubuh si wanita bergetar dengan erangan yang tertahan. Ia terus melakukan itu dan dengan cepat menghentikannya ketika si wanita hampir mendapatkan pelepasannya.

Erangan frustasi pun keluar dari mulut si wanita namun itu tak membuat si pria bergeming. Dengan gerakan tiba-tiba ia memukul pantat si wanita dan membuatnya menjerit. Begitu seterusnya hingga pantat si wanita berwarna merah dan terasa panas. Liang organ intim si wanita kini sudah basah kuyup oleh cairannya.

Dengan sekali hentakan ia menghujamkan miliknya ke dalam organ intim si wanita. Lalu memompanya dengan begitu keras sambil sesekali memberikan tamparan di pantatnya. Suara erangan, tamparan dan gesekan tubuh mereka berdua memenuhi semua sudut ruangan yang sengaja dibuat kedap suara.

Si pria mencengkram pinggang si wanita dengan keras, seirama dengan gerakannya yang semakin cepat menusuk organ intim si wanita. Otot-otot vagina si wanita mulai bereaksi dan mulai meremas miliknya tanpa ampun. Beberapa tusukan dalam dan keras ia hujamkan, dan merasakan cairan hangat yang menyembur di dalam sana. Dua kali tusukan si pria membalik tubuh si wanita dan memuntahkan semua cairannya di atas payudara si wanita dengan lenguhan panjang.

Setelah miliknya mengecil ia mengeluarkan tissue basah untuk membersihkan miliknya dan merapikan kembali pakaiannya. Kemudian ia melepaskan ikatan wanita itu lalu mengeluarkan segepok uang dan menyimpannya di atas meja. Si pria itupun pergi meninggalkan si wanita yang terbaring lemas di sofa dengan ekspresi kepuasan yang tercetak jelas di wajahnya.

Minggu, 12 Januari 2014

Wait For Me In Heaven

Amanda Rain Jefferson gadis cantik berdarah Indonesia-Amerika, saat ini namanya sudah banyak di kenal. Tak hanya di tanah kelahirannya tapi di daratan eropa dan amerika namanya sudah terkenal sebagai seorang model, aktris dan penyanyi.

Meskipun begitu sebisa mungkin Manda tetap menjadi dirinya sendiri yang terlahir sebagai wanita yang berasal bangsa timur. Ketika pagelaran busana atau pemotretan Manda tidak pernah mau memakai pakaian yang terbuka dan sangat sexy. Karena menurutnya sexy itu tak melulu harus memamerkan seluruh badan dengan pakaian ketat dan kekurangan bahan. Karena itulah banyak sekali hal yang membedakan Manda dengan aktris dan model kebanyakan.

Di saat aktris lain berlomba memakai pakaian sexy bahkan hingga memakai underware pun tak memungkinkan Manda tetap dengan style yang casual. Memakai gaun yang tidak terlalu banyak mengekspose kulit kecoklatannya yang indah dan eksotis itu. Justru itulah banyak sekali pria yang tertarik dan penasaran dengannya.

Dan banyak pria tampan yang harus patah hati ketika Manda menjatuhkan pilihannya kepada aktor tampan yang beberapa waktu lalu baru saja putus dengan Vannesa Hudgens. Yup, siapa lagi jika bukan Zac Efron. Kedekatan mereka berdua mulai tercium publik di awal tahun 2011. Sejak saat itulah mereka berdua terlihat menghabiskan waktu bersama-sama. Di mana ada Manda di situ pula ada Zac.

Sayangnya hubungan mereka berdua harus kandas di tengah jalan. Menurut sumber yang terdekat Manda memutuskan Zac di awal tahun 2012. Hubungan mereka retak karena kedekatan Zac dengan aktris Lily Collin yang kedekatannya tak wajar. Sebenarnya Zac dan Lily sudah mulai dekat sejak pertengahan tahun 2011. Karena sejak itu pula hubungan Zac dan Manda mulai sering mengalami pertengkaran demi pertengkaran. Hingga puncaknya Manda memutuskan hubungan asmaranya dengan Zac.

Banyak orang yang menilai dan menyebut Zac pria bodoh karena menduakan Manda dengan Lily Collin. Padahal semua orang juga tahu berapa banyak pria yang berlomba untuk mendekatinya. Tapi Zac malah menyia-nyiakannya seperti itu.

Sementara Zac sibuk berganti-ganti kekasih setelah putus. Keadaan berbeda dan terbalik  di jalani Manda sekarang. Meskipun berkali-kali di dekati oleh banyak pria tampan Manda masih bergeming. Bukan karena masih trauma atau masih mencintai Zac. Tapi untuk saat ini Manda tidak mau pacaran dulu. Kalaupun ada pria yang membuatnya bertekuk lutut pastinya pria itulah yang akan di pilihnya sebagai pasangan hidupnya. Karena yang di carinya saat ini adalah bukan pacar melainkan calon suami. Meskipun umur Manda baru menginjak dua puluh empat tahun dan kariernya sedang berada di puncak. Jika pria yang jadi kekasihnya kelak melamarnya dengan senang hati Manda akan menerima lamarannya itu.

***

Sementara itu di tempat yang berbeda, Paul sedang bersama putri semata wayangnya Meadow. Mereka sedang mengobrol sambil menonton TV. Saat itu Paul sedang menemani putrinya menonton acara musik. Kebetulan ada beberapa video klip milik Manda yang di putar.

"Daddy..." panggil Meadow meskipun matanya tetap terpaku ke layar televisi.

"Ya?" Timpal Paul singkat.

"Menurut daddy Manda cantik, nggak?" Meadow mengalihkan pandangannya menatap balik sang ayah.

Paul sempat merasa terkejut dengan pertanyaan putrinya itu. Apakah Meadow sudah tahu bahwa selama ini dirinya menyimpan perasaan kepada Manda?

"Kenapa daddy malah diem, sih. Tinggal jawab aja juga." Desak Meadow sambil mengerucutkan bibirnya.

"Ummm..." Paul masih terdiam.

"Ah, aku tahu. Jangan-jangan sebenarnya daddy suka lagi." Tebaknya sambil menyipitkan matanya dengan penuh selidik.

Ah, putriku benar-benar sudah besar. Tapi apakah wajahku terlihat seperti seseorang yang sedang kasmaran? Ayolah Paul, kau ini bukan seorang remaja yang baru pertama kali jatuh cinta.

"Daddy diam saja sambil senyum-senyum. Berarti daddy memang benar diam-diam menyukai Manda. Kenapa ayah nggak PDKT aja." Tukas Meadow bersemangat.

"Kamu ini, mana mau Manda sama Dad. Manda tuh cantik, masih muda lagi. Dad terlalu tua buat dia." Jawabku sambil tersenyum miris.

"Ah, Dad belum apa-apa udah pesimis duluan. Coba dulu dong, Dad. Kan daddy sendiri tahu kalau Manda itu beda sama cewek-cewek kebanyakan. Punya aura keibuan yang memancar kuat. Aku pasti seneng banget kalau idola aku jadi ibuku, Dad." Jelas Meadow dengan wajah yang bahagia dan mata yang berbinar-binar.

"Tapi daddy harus mulai darimana buat deketin dia, sayang? Daddy sama Manda belum pernah di undang ke acara yang sama." Jelasku pasrah.

"Hmmm, tapi Meadow yakin kalau sebentar lagi daddy bakalan ketemu sama Manda." Timpal Meadow lagi dengan senyuman maut miliknya.

"Semoga saja benar, sayang." Aku memeluk erat putriku.

Aku juga berharap akan segera bertemu dengannya. Dan semoga saja kami berjodoh, doaku dalam hati.

***

Dan akhirnya mereka pun di pertemukan dalam sebuah acara. Sepertinya Manda juga memiliki ketertarikan kepada Paul. Semua itu terlihat ketika mereka berdua saling terlihat canggung dan salah tingkah. Hal yang tak pernah terjadi pada Manda maupun Paul. Dan satu hal yang cukup mengejutkan Paul dan khalayak umum, ternyata Manda ini memiliki ketertarikan pada otomotif dan dunia balap.

Sudah beberapa kali Manda mengikuti kejuaraan motor sport secara diam-diam. Itulah hal pertama yang membuat Paul dan Manda saling terbuka dan menjadi akrab.

Paul pun memberanikan diri untuk mengajak Manda makan malam berdua lalu ia berencana akan menyatakan perasaannya. Masalah di terima atau tidaknya itu urusan nanti. Yang terpenting Manda mengetahui perasaannya dan itu sudah cukup untuk saat ini.

Paul tak henti-hentinya bersiul bahagia ketika Manda menerima ajakannya untuk makan malam berdua besok malam. Apalagi Manda juga mengizinkannya untuk menjemputnya langsung ke apartemen miliknya.

Keesokan harinya Paul bangun senyuman yang selalu menghiasi wajahnya. Ia sudah tak sabar lagi menunggu malam tiba. Sambil menunggu malam tiba Paul habiskan untuk mempersiapkan acara nanti malam. Ya, ia sangat ingin sekali membuat wanita pujaannya itu terkesan.

Pukul tujuh malam Paul sudah berada di lobby apartemen menunggu Manda. Matanya tak berhenti berkedip ketika melihat Manda datang dan berjalan dengan anggun ke arahnya. Malam ini Manda terlihat sangat cantik dan bercahaya dengan gaun peplum berwarna putih yang dengan pas memeluk tubuhnya. Aura keanggunan menguar dari tubuhnya.

"Maaf sudah membuatmu menunggu lama." Saapan Manda langsung membuat Paul sadar dari keterpesonaannya.

"Tidak. Tidak. Aku baru lima menit di sini. Bisakah kita pergi sekarang?" Timpal Paul berusaha menetralkan dirinya yang sedang gugup sambil mengulurkan tangannya.

"Tentu saja." Jawab Manda sambil tersenyum dan melingkarkan lengannya di lengan Paul.

Lalu mereka berdua pun pergi menuju tempat yang sudah di siapkan oleh Paul. Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam akhirnya mereka sampai di sebuah restoran.

Seorang pelayan langsung membawa mereka ketempat yang telah di pesan oleh Paul.

"Astaga, tempat ini benar-benar indah sekali." Manda terlihat terpesona melihat tempat yang sudah aku siapkan. Sengaja aku penuhi dengan mawar putih yang memang bunga kesukaannya.

"Apakah kau suka? Aku memang sengaja menyiapkannya hanya untukmu." Jawabku sambil memandangnya.

"Tak perlu berlebihan seperti ini, Paul. Tapi, terima kasih banyak untuk kejutan yang indah ini." Tubuhnya menegang ketika Manda dengan tiba-tiba mengeratkan genggamannya di tanganku sambil menatapku lembut.

Lalu Paul membantu Manda duduk. Lalu mereka pun memulai makan malam romantis mereka dengan di iringi oleh alunan musik yang sangat romantis. Dan ketika sedang menikmati hidangan penutup Paul memulai kejutannya.

"Manda, lihat ke sebelah sana." Ucapku sambil mengarahkan telunjukku ke arah yang aku maksud.

Dan saat Manda memandang ke arah yang aku maksud semua lampu di padamkan. Lalu tulisan "Would you be mine my lady, Amanda?" Itu muncul. Dan hanya dengan di terangi cahaya temaran dari lilin-lilin aku bisa melihat dengan jelas Manda yang terkejut sambil membekap mulutnya. Lalu matanya langsung tertuju kepadaku.

"Paul, ini..." ia tergugu dengan mata yang berkaca-kaca.

"Ya, maaf membuatmu terkejut. Tapi aku hanya ingin kau tahu bahwa sudah sejak lama aku menyimpan perasaan ini untukmu. Bahkan aku tak peduli jika kau menolakku. Karena aku hanya ingin mengatakan I love you Amanda. I love you with all of my heart and all of my soul." Ucapku mantap.

"Paul...." tiba-tiba saja Manda memelukku, "I love you too." Bisiknya tepat di telingaku.

"Jadi apakah kau menerimaku dan sekarang kita..." tanyaku hati-hati dan menggantung kata-kataku.

"Ya Paul, aku menerimamu." Ucapnya lagi sambil menatapku lembut.

Aku langsung mempererat pelukanku. Setelah beberapa saat aku melonggarkan pelukanku lalu menangkup wajah cantiknya dengan kedua tanganku. "Aku mencintaimu, sangat mencintaimu." Ungkapku lalu aku mencium bibirnya. Terasa manis, hangat membuatku gila dan membuatku ketagihan.

Malam terindah dalam hidupku. Semoga kami bisa seperti ini hingga maut memisahkan kami kelak. Dan keinginanku untuk memperistrinya semakin kuat.

"Aku ingin kau bertemu dengan putriku, sayang." Ucapku.

"Aku merasa senang karena kau mau memperkenalkanku dengan putrimu. Tapi apakah ia akan menerimaku?" Ucapnya sambil menyandarkan kepalanya di dadaku.

Saat kami sudah berada di apartemen milik Manda. Kami menghabiskan malam sambil menikmati bintang-bintang yang bertaburan di langit sepulang dari makan malam tadi.

Ketika bersamanya perasaanku begitu nyaman. Tak ada keinginan untuk menjadikannya benar-benar milikku. Karena aku tahu sekali prinsip yang di pegang kuat oleh Manda. Bahkan Zac Efron mengaku belum pernah sekalipun bercinta dengan Manda. Karena ketika di sampingnya yang ada hanyalah perasaan ingin menjaganya tanpa dorongan untuk melakukan hal-hal yang lebih intim dan di dasari oleh nafsu yang hanya sesaat.

Dan sekarang aku merasakan sendiri ucapan Zac. Dengan memeluknya seperti ini aku merasa tenang dan begitu intim dengannya.

"Meadow akan menyukaimu sayang, karena Meadow itu salah satu penggemarmu." Aku meyakinkannya, "Apalagi kalian memiliki nama belakang yang sama Rain." Jelasku.

"Ah, benarkah?" Tanyanya dengan nada terkejut.

"Kau tahu Meadow setiap hari yang menyemangatiku untuk menyatakan perasaanku padamu. Aku merasa seperti remaja yang baru jatuh cinta." Akuku dengan jujur.

Manda hanya tertawa renyah mendengar ceritaku tentang Meadow. Malam semakin larut dengan berat hati aku pun pamit. Lagipula wanitaku ini sudah terlihat lelah, tapi karena besok kami akan pergi ke California untuk bertemu putriku yang beberapa bulan terakhir ini telah tinggal bersamaku.

***

Keesokan harinya kami pergi dari apartemen Manda pagi-pagi buta. Setidaknya bisa meminimalisir tertangkap kamera oleh para paparazi. Kami langsung menuju ke bandara karena kami akan menggunakan sebuah jet pribadi. Agar privasi kami lebih terjaga.

Dan saat ini pesawat yang kami tumpangi sudah lepas landas. Selama perjalanan aku terus memeluknya. Rasanya masih tak percaya bahwa saat ini Manda telah menjadi kekasihku. Berkali-kali aku menghirup wangi tubuhnya hanya untuk meyakinkan bahwa semua ini benar-benar mimpi.

"Ah iya, aku lupa bilang kalau aku juga punya rumah di California." Ucap Manda tiba-tiba.

"Benarkah? Bagus sekali, dengan begitu kau dan Meadow bisa semakin saling mengenal." Ucapku sambil membelai rambutnya. "Kau tahu semua ini rasanya seperti mimpi. Bisa memelukmu seperti ini dulu hanyalah angan semata." Ucapku.

"Ini bukan mimpi, sayang." Jawabnya sambil membelai pipiku lembut. "Ah iya, sepertinya aku akan mulai sibuk rekaman untuk album keduaku. Maaf jika tidak bisa bersamamu setiap saat." Lanjutnya lagi.

"Tidak apa-apa sayang, aku mengerti. Maka dari itu aku ingin menghabiskan waktuku bersamamu sebelum kembali ke tempat lokasi syuting." Timpalkuku.

"Terima kasih." Ucapnya sambil mengecup lembut bibirku.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan akhirnya kami sampai di California dan langsung menuju ke rumahku. Rencananya Manda akan menginap selama beberapa hari bersamaku dan Meadow sebelum kembali ke rumahnya sendiri.

Dan reaksi Meadow benar-benar membuatku bahagia dan ia tak berhenti tersenyum. Meadow sangat welcome sekali pada Manda. Mereka berdua langsung cocok dan terlibat perbincangan yang seru beberapa menit kemudian. Mereka melupakan keberadaanku.

Dan yang mengejutkan Manda memperbolehkan Meadow untuk memanggilnya dengan sebutan Mommy. Jangan tanya bagaimana bahagianya aku saat ini.

Beberapa saat ini benar-benar sangat menyenangkan sekali. Kami benar-benar merasa seperti keluarga kecil yang bahagia. Aku merasa sangat lengkap. Tempat kosong yang tak terjamah yang ada di dalam hatiku kini di penuhi oleh Manda, Manda dan Manda.

***

Tak terasa kami sudah hampir enam bulan berpacaran. Dalam waktu enam bulan aku sudah benar-benar yakin untuk menjadikannya sebagai Mrs. Walker. Bahkan diam-diam aku sudah menyiapkan kejutan untuk melamarnya. Entah mengapa aku begitu yakin untuk menikahi dan memperistrinya. Meskipun kami belum terlalu lama menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.

Dan akhirnya hari bahagia itupun tiba. Aku resmi menyunting Manda di kota kelahirannya pada bulan Juli 2012. Acara pernikahan kami tertutup, terbatas hanya untuk keluarga saja.

Teman-Temanku di Fast And Furious family pasti terkejut dan tak akan menyangka bahwa selama ini aku memiliki hubungan dengan wanita yang paling di minati tahun ini.

Setelah resmi menikah kami kembali ke California. Menunda rencana bulan madu karena kami sama-sama sedang sibuk apalagi Manda baru merilis album keduanya.

Manda bercerita bahwa di albumnya yg kedua ini sebagian besar dia yang menulisnya. Dan merupakan isi hatinya. Sejak pertama kali bertemu denganku dan akhirnya kami memutuskan untuk menjalin hubungan.

Manda sedang ramai sekali di beritakan  oleh media perihal tentang perubahan penampilannya yang mulai agak terbuka dalam video clip pertamanya. Aku hanya bisa tersenyum. Bagaimana nanti jika video klipnya yang baru saja selesai syuting di rilis? Reaksi mereka pasti akan lebih heboh dari sekarang.

Selain Manda terlihat sexy, aku juga menjadi model pria di dalam video klipnya yang terbaru itu. Selama ini memang tak ada yang mengetahui hubungan kami. Pasti berita pernikahan kami akan jadi berita yang menghebohkan jika terendus media suatu saat nanti.

Sudahkah aku bilang bahwa saat ini Manda sedang mengambil libur di karenakan kesehatannya yang mulai drop. Aku di beritahu oleh Meadow, ia khawatir melihat kondisi Mommynya. Dan disinilah aku sekarang dalam perjalanan pulang ke rumah untuk melihat keadaan istri dan putriku tercinta. Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang akhirnya aku sampai di rumah dan langsung di sambut oleh Meadow.

"Daddy..." sapanya dan langsung memelukku.

"Hai sayang, daddy sangat merindukanmu. Kau baik-baik sajakan?" Tanyaku sambil berjalan masuk ke dalam rumah.

"Aku baik Dad, tapi tidak dengan Mommy. Mom tidak mau di periksa dokter." Jelasnya dengan nada khawatir. Terlihat jelas bahwa Meadow sangat mengkhawatirkan Manda. Aku benar-benar terharu melihat kedekatan mereka berdua.

"Ya sudah, biar daddy saja yang membujuk mommy agar mau pergi ke dokter." Setelah mencium kening Meadow aku langsung menuju ke kamar dan mendapati Manda sedang berbaring di tempat tidur sedang memijit-mijit kepalanya.

Wajahnya terlihat sangat pucat. Itu membuatku hatiku terasa sakit. "Sayang, bagaimana keadaanmu?" Mendengar kedatanganku Manda langsung membuka matanya perlahan.

***

Aku benar-benar tak mengerti ada apa sebenarnya dengan tubuhku ini. Setiap makan yang masuk ke dalam tubuhku pasti takkan bertahan lama. Tubuhku sudah benar-bener lemas. Sampai tiba-tiba aku mendengar suara suamiku tercinta. Dengan perlahan aku membuka kedua mataku yang terpejam.

"Pa-Paul... Kau sudah pulang." Jawabku lemah.

"Aku langsung pulang setelah mendengar kondisimu dari Meadow." Jawabnya, terdengar jelas kekhawatiran dari suaranya.

"Aku tidak apa-apa, sungguh." Elakku.

"Ayo kita ke rumah sakit. Aku tak mau terjadi sesuatu denganmu, sayang." Paksanya sambil membelai lembut puncak kepalaku.

Akhirnya aku menyerah ketika Paul membawaku ke rumah sakit, Meadow ikut menemaniku ke rumah sakit. Saat ini kami sedang menunggu dokter membacakan hasil pemeriksaan yang sudah aku lakukan tadi.

Paul benar-benar terkejut dan sangat bahagia ketika mendengar bahwa saat ini aku tengah mengandung dan usia kandunganku sudah memasuki bulan ke tiga. Ya ampun, mengapa aku bisa tidak menyadarinya.

Sepanjang hari itu Paul dan Meadow tidak biasa berhenti bersenandung. Mereka berdua sangat bahagia sekali. Meadow tak sabar menunggu adiknya terlahir ke dunia ini.

"Sayang, terima kasih. Terima kasih untuk semuanya." Paul memelukku dengan begitu hangat ketika kami sampai di rumah. Sedangkan Meadow langsung sibuk memberitahukan kabar kehamilanku pada keluarga yang lain.

"Tidak, harusnya aku yang berterima kasih. Karena bayi ini memiliki ayah sebaik dan sehebat dirimu, sayang." Timpalku sambil membenamkan wajahku di dadanya. "Semuanya terasa lengkap sekarang. Aku benar-benar bahagia. I love you more more and more." Ucapku sambil mempererat pelukanku.

***

Tepat bulan April 2013 aku melahirkan seorang bayi laki-laki tampan yang merupakan replika dari Paul. Dan Paul memberinya nama Paul William Walker V. Will kecil memiliki ketampanan ayahnya, bahkan ia mewarisi mata dan senyuman maut  ayahnya yang indah dan mematikan itu. Aku merasa menjadi wanita yang seutuhnya dan sempurna, benar-benar sempurna.

Dan hebatnya lagi tak banyak yang tahu tentang pernikahanku dengan Paul selain teman-teman Paul di Fast And Furious. Bahkan ketika aku melahirkan Will.

Saat ini aku sedang berada di perjalanan menemani Paul untuk menghadiri pemutaran perdana Fast And Furious 6. Ketika aku keluar dari mobil dan Paul melingkarkan tangannya di pinggangku semua orang yang datang di sana langsung mengalihkan perhatiannya kepada kami. Bahkan Vin Diesel dan Tyrese Gibson tak menyangka bahwa Paul berhasil menaklukanku dan mengikatku dalam sebuah pernikahan.

Saat ini kami sedang menjawab beberapa pertanyaan dari para wartawan itu.

"Amanda ini sekarang adalah istri sah saya. Ibu dari Meadow dan si kecil William." Jelas Paul kepada para pers itu dengan bangga.

Setelah itu kami berdua masuk ke dalam gedung pertunjukan. Dan selama itu pula Paul tidak melepaskan genggaman tangannya padaku. Hatiku langsung di liputi oleh perasaan bahagia. Aku sangat mencintai pria ini, meskipun umur kami terpaut cukup jauh. Namun aku tidak mempedulikan semua itu. Yang aku tahu bahwa aku sangat mencintai Paul dan setiap hari aku jatuh cinta kepadanya.

Aku bahagia menjadi ibu bagi Meadow dan William. Mungkin aku akan berhenti secara bertahap dari pekerjaanku. Menjadi seorang istri dan ibu sangat menyenangkan bagiku. Dan aku menikmati peran baruku itu. Aku hanya ingin jadi istri dan ibu yang bagi suami dan kedua anakku. Aku ingin membahagian mereka.

"Ada apa, sayang?" Tanya Paul yang menyadari perubahan ekspresiku.

Aku menggelengkan kepalaku, "Aku sangat mencintaimu." Ucapku lirih.

"Aku juga sangat mencintaimu, sayang." Jawabnya sambil mengecup bibirku kilat.

***

Tidak terasa Will semakin besar dan tampan. Ia benar-benar replika dari suamiku. Will sangat pintar dan menggemaskan sekali. Usianya sekarang sudah delapan bulan.
Aku baru saja menyelesaikan syuting video klip terbaruku untuk single. Lagu yang aku tulis dan rencananya akan masuk di album ketigaku yang masih dalam proses. Tentu saja suamiku yang menjadi model prianya.

Hari ini hari sabtu, tepatnya tanggal 30 November 2013. Entah mengapa hari ini aku begitu resah, sangat resah bahkan. Sebenarnya sudah sejak seminggu yang lalu aku merasakan perasaan seperti ini. Perasaan tidak enak itu begitu menggangguku.

Dan rencananya hari ini Paul akan menghadiri acara amal yang di adakan oleh organisasi kemanusiaan miliknya di salah satu toko mobil milik sahabatnya Roger Rodus. Tadinya aku akan pergi menemaninya tapi Will mendadak demam sehingga Paul pergi sendiri ke acara itu.

Anehnya juga hari ini aku ingin di temani oleh ayah dan ibu mertuaku. Untung saja mereka dengan senang hati menemaniku di rumah. Dengan alasan mereka sangat merindukan Meadow dan Will yang sudah mulai bisa belajar melangkahkan kaki kaki mungilnya itu.

Pukul tiga lewat dua puluh menit siang ke khawatiran, ketakutan dan perasaan cemas itu semakin menggerogotiku. Yang kulakukan hanya berjalan mondar mandir.

"Ada apa?" Tanya ibu mertuaku.

"Entahlah Maa, aku merasa sangat cemas. Sebaiknya aku akan menelepon Paul saja." Jawabku.

"Lakukan jika itu akan membuatmu tenang. Biarkan Maa dan Paa di sini menjaga Meadow dan Will." Timpal ayah mertuaku.

Lalu aku bergegas masuk ke kamar dan segera menghubungi Paul. Pada deringan kedua barulah Paul mengangkat panggilanku.

"Hai sayang, aku merindukanmu." Ucapnya di seberang sana.

"Cepatlah pulang, aku sangat mengkhawatirkanmu." Entah mengapa suaraku jadi terdengar terisak seperti ini.

"Hei ada apa, sayang? Aku baik-baik saja. Aku akan langsung pulang setelah melakukan test drive mobil porsche terbaru miliki Roger dulu. Sepertinya ada masalah dengan mobil itu." Jelasnya.

"Tidak, kau harus pulang Paul. Demi Tuhan, aku akan marah jika kau tetap akan melakukan test drive itu." Ancamku dengan setengah berteriak.

"Jangan marah sayang, kumohon. Aku akan baik-baik saja, lagipula Roger yang akan menyetirnya bukan aku." Jelasnya berusaha meyakinkanku.

"Apapun alasannya aku tetap tidak setuju. Kau benar-benar membuatku marah, Paul." Desisku sambil menggigit bibirku mencoba menahan tangis.

"Maafkan aku sayang, aku janji akan segera pulang. Aku sangat mencintaimu, kau tahu itu kan. Baik-baiklah di rumah jaga Meadow dan Will selama aku pergi. Oke."

Entah mengapa aku malah menangis sesenggukkan ketika mendengar kata-katanya. Rasanya ia seperti sedang mengucapkan salam perpisahan kepadaku.

"Sayang, aku harus pergi sekarang. Sampai nanti, i love you Angel." Pamitnya.

"Love ya more." Balasku lirih.

Setelah sambungan terputus aku langsung pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahku. Aku tidak boleh terlihat seperti ini di depan kedua anakku dan mertuaku. Setelah itu aku memutuskan untuk keluar kamar melihat Meadow dan Will.
"Mom, apakah Mom baik-baik saja?" Tanya Meadow tiba-tiba.
"Mom hanya merasa sedikit pusing, sayang." Jawabku.

"Beristirahatlah, Manda." Perintah ibu mertuaku.

"Tidak perlu Maa, sepertinya meminun sebutir advil rasa sakitnya akan segera reda." Ucapku lalu bergegas pergi ke dapur untuk mengambil advil dan segelas air putih lalu membawanya ke ruang keluarga.
Aku langsung meminum obat itu, tapi anehnya tiba-tiba saja dadaku terasa begitu sakit dan sesak hingga aku menjatuhkan gelas yang sedang aku pegang. Paul, gumamku lirih.

"Ada apa, sayang?" Ibu mertuaku langsung menghampiri.

"Entahlah Maa, tiba-tiba saja aku merasa sangat cemas dan khawatir sampai membuat dadaku terasa sakit dan sesak." Jelasku, "Aku akan membersihkan pecahan gelasnya dulu." Ucapku sambil bersiap untuk berdiri dari posisiku.

Ketika aku berdiri tiba-tiba telepon rumah berdering. Ayah mertuaku yang menerimanya. Dengan perasaan yang tak menentu aku memperhatikan ayah mertuaku. Tubuhku rasanya beku dan terpaku di tempat itu. Tiba-tiba saja ekspresi ayah mertuaku berubah menjadi syok dan terluka. Ia menatapku hati-hati sambil meletakkan gagang telepon.

"Siapa yang menelepon, Paa?" Namun papa tetap terdiam, "Ada apa?" Tanyaku kembali.

"Paul... Paul..." jawabnya tergugu.

"Paul kenapa, Paa? Ada apa dengan suamiku?" Suaraku bergetar hebat.

"Paul kecelakaan..." jawabnya lirih.

"Ya Tuhan..." aku langsung terjatuh ke kursi yang ada di belakangku. Dadaku begitu sakit, "Aku mau ke rumah sakit menemuinya." Sekuat tenaga aku berusaha bangkit dari posisiku, namun lututku benar-benar lemas.

"Mobilnya terbakar dan meledak... Paul dan Roger meninggal seketika." Jelas ayah mertuaku.

Aku seperti di sambar petir di siang hari, "Tidak, itu tidak mungkin, Paa. Tadi kami baru saja mengobrol di telepon." Elakku sambil menggeleng-gelengkan kepalaku tak percaya.

"Paul meninggal, Manda." Tegasnya lagi.

"Tidak.... Ini tidak mungkin." Duniaku langsung berhenti dan hancur begitu saja di telapak kakiku. Dadaku semakin terasa sakit. Ini tidak mungkin. Paul berjanji akan segera pulang untuk menemuiku, Meadow dan Will. Namun tangisan Meadow langsung menamparku begitu keras. Menyadarkanku bahwa semua ini nyata.

Tubuhku membeku. Hingga akhirnya aku limbung dan keadaan sekitarku menjadi gelap.

***

Mataku perlahan membuka ketika mendengar suara Meadow yang terisak memanggil namaku, "Mommy bangun, Meadow butuh mommy." Ucapnya sambil terisak.

"Sayang..." panggilku, lalu Meadow langsung menghambur kedalam pelukanku dan menangis.

Aku tak tahu harus berkata apa saat ini. Rasanya otakku berhenti bekerja, mulutkupun kelu. Aku berharap bahwa semua ini hanya mimpi. Tapi tidak. Semua ini nyata.

Saat ini rumah sudah di penuhi oleh oleh kakak dan adik Paul serta sanak saudara yang lain. Maa menemaniku di kamar, karena Will terus menangis ketika aku pingsan tadi. Maa bilang banyak yang ingin menemuiku tapi Paa tidak mengijinkan, karena kondisiku tidak memungkinkan.

Aku hanya bisa duduk di atas tempat tidur sambil memeluk Meadow dan Will yang mulai tertidur di pangkuanku. Aku menangis dalam diam. Tuhan, mengapa secepat ini? Mengapa Tuhan? Teriakku dalam hati.

Akhirnya Maa membawa Will yang sudah tidur ke kamarnya. Meninggalkan aku dan Meadow yang kini sedang menangis sambil saling berpelukan.

"Aku harap semua ini mimpi, Mom. Tapi... tapi semua ini nyata." Ucap Meadow di sela isakannya.
Lagi, aku hanya terdiam tanpa menjawab ucapan putri cantikku. Suaraku tercekat dan tersangkut di tenggorokanku, lidahku kelu untuk mengucapkan kata-kata. Aku hanya bisa mempererat pelukanku pada Meadow sambil menghela nafas berkali-kali. Mencoba untuk meredakan rasa sakit dan sesak di dalam dadaku.

Ucapan belasungkawa dengan cepat berdatang tanpa henti. Ternyata banyak sekali orang yang merasa kehilangan sosok suamiku. Sedangkan aku terisolasi di dalam kamar, aku belum sanggup untuk bertemu dengan orang banyak. Satu hal yang aku tahu, bahwa hidupku takkkan lagi sama setelah kepergian Paul.

Setelah melakukan berbagai otopsi akhirnya pihak forensik menyerahkan jenazah Paul kepada kami untuk selanjutnya di makamkan. Acara pemakaman ini benar-benar tertutup, aku tak mau ada seorang wartawanpun yang meliput.

Tangisku pecah selama prosesi memasukan peti Paul ke tempat peristirahatannya yang terakhir dan abadi. Hingga lubang itu selesai di tutupi oleh tanah mataku tetap basah.

Aku berdiri di samping pemakamannya. Memandang nanar pada batu nisan yang telah terpahat nama suamiku.

"Wait for me in heaven, honey." Ucapku lirih sambil meletakkan setangkai bunga mawar putih.

when faced with the darkest day
with an endless night when I lay awake
only thought of you can pull me
through
when shadowed by greyest cloud
weighed down by darkest self doubt
memory of your smile
can pull me out
all I feel is you
all I feel is you
how can it be that
all I feel is you
and when I close my eyes
world drifts away
all is far behind
where do my thoughts rush to
they race till they find you
in the deepest sleep
in the middle of my most secret dream
it’s your face I see
your eyes following me
all I feel is you
all I feel is you
how can it be that
all I feel is you

(Natalia Safran - All I Feel Is You)

-THE END-

Love Under The Rain 5

VANNO

"Aku akan menemui Dad besok tapi dengan syarat." Ucapku datar.

"Pilihan yang bagus sekali adikku. Syarat apakah yang kau inginkan?" Tanya Ray masih dengan senyuman liciknya.

"Jauhi wanitaku. Atau kau dan Dad akan menerima akibatnya." Ancamku sambil memandang tajam dirinya.

"Deal, aku takkan menyentuhnya sedikitpun asalkan kau mengerjakan perkerjaan ini dengan baik dan tidak boleh gagal." Ucapnya.

"Tergantung apa yang harus aku kerjakan. Sebaiknya sekarang kau pergi dari tempatku." Usirku.

"Oke, aku akan pergi dari sini. Jangan lupa janjimu Vanno, atau aku akan mengambil wanitamu yang sangat menggairahkan itu." Timpalnya sambil tersenyum licik.

Rahangku mengatup kaku mendengar kata-katanya. Mengapa mereka masih saja terus menggangguku? Sudah berkali-kali aku bilang bahwa aku sudah tidak ingun bersentuhan dan berurusan lagi dengan hal-hal yang seperti itu. Aku ingun benar-benar lepas dari semua itu agar aku bisa bersama dengan Clariss. Ya, aku akui bahwa sampai detik ini aku masih belum bisa melupakannya.

Semakin kuat keinginan untuk melupakannya hanya membuat ingatanku semakin mengingat sosoknya. Tutur katanya yang lembut namun terkadang manja, sifat cerobohnya dan bibirnya yang membuatku selalu menginginkan untuk terus menerus menciumnya. Aku merindukan semua yang apa pada diri Clariss dan ya aku menyadari perasaanku itu.

Perasaanku kepada Clariss semakin hari semakin kuat. Aku semakin merindukannya ketika malam tiba. Memeluknya setiap malam adalah momen yang paling kurindukan. Karena aku benar-benar bisa merasa nyaman dan terbebas dari mimpi buruk yang selalu menghantuiku ketika tidur.

Setelah Ray pergi meninggalkan tempatku hal pertama yang harus aku lakukan adalah melihat keadaan Clariss. Meskipun aku hanya bisa melihatnya dari jauh. Tapi setidaknya aku bisa melihat wajahnya. Wajah yang selalu aku rindukan.

Mengendarai ferrari hitam kesayanganku aku langsung pergi meninggalkan penthouse dan langsung menuju ke kediaman Clariss. Aku sudah tahu kegiatan yang di lakukan oleh Clariss setiap harinya. Dan biasanya ia akan berada di kafe favoritnya pada jam-jam segini.

Aku langsung menghentikan mobil di pelataran parkir sebuah toko yang ada di seberang kafe itu. Dan ternyata dugaanku benar. Clariss berada di dalam kafe itu sedang berbincang bersama seorang wanita yang seumuran dengannya. Aku berasumsi bahwa wanita itu adalah teman Clariss.

Melihat wajah Clariss yang tertawa dengan lepasnya membuat hatiku menghangat dan tanpa sadar membuatku ikut tersenyum. Clariss, aku sangat merindukanmu, aku ingin memelukmu, Clariss. Tapi tidak, aku tidak bisa menampakkan diriku di depanmu saat ini.

Ray sudah mengetahui keberadaanmu, aku harus melakukan pengawasaan ekstra agar Ray tidak tahu jati dirimu yang sebenarnya. Aku tidak mau tau terluka, karena secara tidak langsung aku telah menyeretmu dalam hidupku yang hitam.

Takdir belum mengijinkan kita untuk bersatu. Tapi aku berjanji jika suatu hari saat itu tiba aku takkan pernah membiarkanmu pergi dari sisiku. Aku akan selalu ada ketika kau membutuhkanku, aku akan menjagamu dengan nyawaku dan aku akan membahagiakanmu, Clariss.

Tapi kapankah waktu itu akan tiba? Bisakah aku benar-benar terlepas dari dunia kegelapan itu? Benar-benar terlepas dari ayah dan kakak angkatku, bisakah aku? Bisakah aku pergi ke tempat terang yang di tawarkan oleh Clariss tanpa membuatnya terluka?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar-putar di dalam kepalaku. Sampai akhirnya aku melihat Clariss keluar dari kafe itu, tapi tidak bersama teman wanitanya. Clariss keluar bersama seorang pria yang tampan dan terlihat sangat akrab sekali lali mereka berdua masuk kedalam sebuah mobil dan pergi.

Jantungku berdenyut tidak enak. Rasanya sangat menyakitkan ketika melihat pemandangan barusan. Secepat itukah Clariss melupakanku? Atau selama ini aku terlalu percaya diri beranggapan bahwa Clariss memiliki perasaan yang sama denganku?

***

CLARISS

Hari itu Kak Leon mengantarku pulang. Benar-benar mengejutkan melihatnya tiba-tiba muncul di kafe ketika aku sedang bersama Glad. Meskipun aku tahu dengan pasti bahwa Glad yang menyuruh kakaknya itu untuk datang. Karena setelah Kak Leon datang Glad langsung pamit dan pergi meninggalkanku hanya berdua dengan Kak Leon.

Setelah Glad pergi suasana di antara kami sempat canggung. Mungkin karena kami sudah cukup lama tidak bertemu dan berbincang-bincang. Namun bukan Kak Leon namanya kalau ia tidak bisa mencairkan suasana. Karena beberapa menit berikutnyaia berhasil membuatku tertawa terbahak-bahak.

"Terima kasih sudah mengantarku pulang, Kak." Ucapku sebelum keluar dari dalam mobil.

"Tak perlu sungkan seperti itu, Clariss. Aku senang bisa bertemu denganmu, sebenarnya sudah lama aku ingin menemuimu tapi Glad benar-benar membuatku sibuk dengan pekerjaan di kantor. Benar-benar keterlaluan." Jelasnya sambil memasang wajah kesal.

"Glad benar-benar bos besar." Timpalku sambil tertawa.

"Lama tak bertemu ia banyak sekali berubah. Terlebih lagi semenjak dia bertemu dengan William." Ucapnya dengan mata menerawang.

"Ah, jadi kakak sudah tahu cerita awal pertemuan Glad dan pria bernama William itu?" Tanyaku yang hanya di tanggapi dengan senyuman olehnya.

"Ya, aku tak menyangka William akan memberikan efek seperti itu kepada Glad." Ungkapnya sambil menggelengkan kepalanya.

"Ya sudah kalau begitu aku masuk dulu. Mau mampir?" Tawarku sambil memegang pegangan pintu mobil.

"Lain kali Clariss, aku harus segera kembali ke kantor atau bos Glad akan motong gajiku." Ucapnya sambil tersenyum.

"Baiklah kalau begitu, sampai bertemu lagi nanti." Pamitku lalu membuka pintu mobil dan keluar. Dan setelah aku berada di dalam barulah aku mendengar deru mesin mobil milik Kak Leon.

Kak Leon pria yang baik dan tampan, ia selalu membuat dadaku berdebar keras ketika ia tersenyum. Ya, Kak Leon memang memiliki senyuman yang memukau.

Tapi sekarang semuanya sudah berubah. Aku sudah terlanjur jatuh dan terperangkap dalam pesona Vanno yang penuh dengan misteri. Vanno sedang apa kau saat ini? Aku benar-benar sangat merindukanmu.

Dengan langkah lunglai melangkahkan kakiku menuju kr apartemen milikku. Ketika sampai di depan pintu aku langsung mengambil kunci dari dalam tasku lalu memasukannya ke lubang pintu.

Tapi aku langsung terhenyak kaget, karena pintu apartementku tidak terkunci. Keringat dingin langsung memenuhi sekujur tubuhku. Berbagai praduga pun langsung memenuhi pikiranku. Jangan-jangan ada pencuri yang masuk ke dalam apartrmentku. Tunggu dulu bukankah petugas keamanan akan selalu memberitahu jika ada orang asing yang berkunjung ke kemari?

Berkali-kali aku mengatur nafasku untuk menekan perasaan takut yang sedang menggerogotiku saat ini. Dengan segenap keberanian aku pun memutar kenop pintu dan mendorongnya dengan perlahan-lahan.

Lututku langsung terasa lemas, jantungku berdetak tak karuan ketika melihat sosoknya sedang duduk di sofa depan tlTV sambil menyilangkan kedua tangannya dan menatapku dengan tatapan yang begitu intents.