sooo here this and please enjoy it :D
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Love Doesn’t Have To Hurt
“Asya, Lila… Aku
pulang duluan, ya.” Pamitku kepada kedua sahabatku.
“Hati-hati
di jalan, Dhee.”
“Tentu
saja, Sya. Aku pasti akan berhati-hati.”
“Jangan
lupa besok kita ada janji pergi ke took buku bersama.”
“Aku
ingat, Lila. Bye.”
Aku
langsung keluar dari perpustakaan yang berada di kampus. Ketika aku sudah
sampai di pintu. Tiba-tiba ada seseorang yang menghalangi jalanku. Gale. Nama
itulah yang langsung terlintas di dalam kepalaku. Dan ternyata tebakanku tidak
meleset.
“Hai
Dhee…” sapanya sambil memamerkan gigi-giginya yang putih dan berbaris rapi
kepadaku.
“Oh,
hai Gale. Aku kira siapa, aku duluan ya. Bye.”
Aku bergegas untuk melanjutkan perjalananku menuju ke parkiran mobil. Namun
Gale mengikutiku.
“Tunggu
Dhee, bagaimana jika aku antar kau pulang?”
“Tidak
terima kasih, Gale. Aku membawa mobilku sendiri.”
“Ayolah,
Dhee. Aku ingin mengajakmu pergi ke suatu tempat.”
“Lain
kali saja, Gale. Aku membawa mobilku.” Aku terus berjalan dan tidak
menghiraukan Gale. Namun pria tampan itu tetap saja mengikutiku.
Sebenarnya
Gale itu pria yang baik dan tampan. Banyak sekali wanita yang
mengejar-ngejarnya di universitas ini. Gale selalu di kelilingi oleh
wanita-wanita cantik. Sebenarnya aku menyukai Gale, demi Tuhan hanya wanita
bodoh yang tidak akan tertarik dan jatuh cinta kepada Gale.
Namun
yang membuatku mengambil keputusan untuk mengacuhkannya adalah karena Gale
selalu memperlakukan wanita seenaknya. Sepertinya wanita-wanita itu tidak ada
harganya di matanya. Dan aku tidak ingin menjadi wanita yang seperti itu.
Menjadi wanita yang dengan mudah takluk ke pelukan Gale.
Aku
tidak akan mudah untuk di takluklan, dan hasilnya saat ini Gale terus saja
mengejar-ngejarku. Bahkan ia mulai mengacuhkan wanita-wanita mainannya itu,
karena dia hanya ingin menunjukkan bahwa ia sudah berubah dan hanya akan
mencintaiku. Haruskah aku percaya dengan semua perkataannya?
“Dhee…”
Gale terus saja mengikutiku, dan berhasil menghentikan langkahku.
Aku
membalikan tubuhku sambil berkacak pinggang, “Berhenti untuk mengikutiku, Gale.
Kau membuatku rishi, tahu.” Aku memelototinya.
“Aku
tidak akan pernah berhenti untuk mengejarmu, Dhee. Aku akan terus seperti ini
sampai kau berhenti mengacuhkanku. Kau tahu Dhee, jika sedang marah seperti ini
kau terlihat sangat cantik sekali. Bunga mawar yang tumbuh di taman rumahkupun
tdak secantik wajahmu.”
“Berhati-hatilah
pada Bungan mawar, Gale. Atau kau akan tertusuk duri bunga itu.”
“Aku
tidak peduli, Dhee. Aku rela tertusuk oleh duri`-durimu, asalkan aku bisa
bersama denganmu.”
“Terserah
kau saja, Gale. Kau benar-benar sangat konyol.”
“Aku
tak peduli, sayang. Jika menjadi konyol bisa membuatmu membuka hati untukku,
akan aku lakukan.”
Aku
membelakakan mataku dengan mulutnya terbuka, ingin rasanya aku tertawa
mendengar ucapan Gale itu. Namun lagi-lagi aku menahannya dan hanya tertawa
dalam hati saja. Pria setampan Gale yang terkenal sebagai seorang playboy rela
menjadi seseorang yang konyol hanya untuk menarik perhatianku saja. Ya ampun.
“Sudahlah
Gale, aku mau pulang. Menyingkir dari depan mobilku.”
Dengan
wajah yang sedih Gale menyingkir dari depan pintu mobilku. Aku buru-buru masuk
ke dalam mobil dan menyalakan mesinnya. Namun Gale masih berdiri teepat di
depan moblku. Aku menurunkan kaca jendela.
“Gale…
Bisakah kau menyingkir. Aku ingin pulang.”
Akhirnya
aku bisa terbebas dari kejaran Gale. Aku sebenarnya sudah mulai merasa rishi
dengan kelakuannya. Setiap hari dia selalu saja menggangguku di kampus, di
manapun aku berada Gale pasti akan berada di tempat yang sama denganku. Asya
dan Lila sudah sering sekali menyuruhku untuk menerima Gale. Namun aku tetap
menolaknya, aku belum merasa yakin pada hatiku. Gale belum cukup meyakinkan
hatiku.
***
Keesokan
harinya sepulang dari kampus aku, Lila dan Asya pergi ke took buku
bersama-sama. Jika sudah berada di sana kami bertiga akan lupa waktu, karena
membaca buku adalah hal yang paling kami sukai. Setelah selesai kami pergi ke
rumah Asya untuk mengerjakan tugas bersama-sama.
“Dhee,
mau sampai kapan kau terus-terusan bersikap dingin kepada Gale? Aku tahu bahwa
Gale itu seorang playboy. Tapi apakah kau tidak bisa melihat perubahannya
sekarang? Semenjak bertemu denganmu Gale menghindari semua wanita yang biasa
mengejar-ngejarnya.
“Aku
tahu Lila, hanya saja… Entahlah, aku bingung dengan perasaanku saat in.”
“Berhenti
menyangkal perasaanmu sendiri, Dhee. Kami berdua tahu bahwa kau sebenarnya
memiliki perasaan juga kepada, Gale. Ah, jangan bilang bahwa kau masih teringat
dengan Adam.”
“Bisakah kita hentikan
pembicaraan ini dan menyelesaikan tugas kita ini? Kumohon.”
“Baiklah.” Lila dan Asya
menjawab bersamaan.
Namun aku tidak bisa
berkonsentrasi dan focus dengan apa yang sedang aku kerjakan saat ini.
Pikiranku langsung menerawang pada kejadian yang terjadi satu tahun yang lalu.
“Dhee, kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Takkan ada wanita lain
dalam hidupku, karena kau satu-satunya wanita yang berhasil meluluhkanku.”
Mendengar
ucapannya itu wajahku langsung bersemu merah, aku menangkup wajahnya dengan
kedua tanganku, “Adam, aku juga sangat mencintaimu dan aku juga sangat
mempercayaimu. Aku percaya bahwa kau tidak akan pernah menyakitiku.”
“Terima
kasih karena sudah mau mencintaiku dan mempercayaiku, Dhee. I love you.” Adam
lalu mencium bibirku.
Selama
dua tahun aku berpikir bahwa Adam benar-benar mencintaiku dan ia memang tidak
pernah menyakitiku. Itulah pemikiran awalku, pemikiran yang selama ini aku
pelihara. Sampai pada suatu hari, ketika aku pergi berjalan-jalan bersama kedua
sahabatku Lila dan Asya. Kami jarang bertemu karena aku memilih universitas
yang sama dengan Adam daripada bersama dengan kedua sahabatku.
Ketika
sedang mengobrol di sebuah kedai kopi Asya melihat Adam sedang bersama seorang
wanita. Awalnya aku tidak mempercayai ucapan Asya sampai pada akhirnya aku
melihat dengan mata kepalaku sendiri.
“Apakah
kau ingin menyelidikinya, Dhee? Aku dan Asya pasti akan membantumu,”
“Ya,
aku ingin tahu apa yang sering Adam lakukan di belakangku, La. Aku harus
mengetahuinya,”
“Bersikaplah
seperti biasa jika bertemu dengan Adam. Kami akan menyelidikinya diam-diam,
siapa tahu Adam sedang bersama saudaranya.”
“Terima
kasih, karena kalian berdua selalu ada di saat aku membutuhkan seseorang untuk
mengadu dan berkeluh kesah.”
“Itulah
gunanya sahabat, Dhee. Kami takkan pernah meninggalkanmu sendiri dalam
keterpurukan.” Ucap Lila sambil menepuk bahuku, “Aku kita membicarakan topic
yang lain saja setuju, kan?”
Sejak
hari itu aku mulai menyelidiki segala aktifitas yang di kerjakan Adam di
belakangku di temani oleh Lila dan Asya. Adam sering sekali pergi keluar dengan
wanita yang berbeda-beda, aku jadi tahu alas an dia sebenarnya mengapa hanya
mengunjungiku di siang dan sore hari saja, itupun hanya sebentar. Ya Tuhan…
semua cinta, kesetian dan kepercayaan yang aku jaga dan yang aku berikan kepada
Adam ternyata sia-sia. Adam mengkhianatiku… Adam menghancurkan semua keperayaan
itu.
Puncaknya
adalah ketika aku memergokinya sedang bersama dua orang wanita di apartemennya.
Adam dan kedua wanita itu tanpa mengenakan sehelai pakaianpu.
“Apa
maksud dari semua ini, Adam?” akhirnya aku berhasil mengeluarkan suaraku, “
Kau… Kau…” aku langsung berbalik pergi meninggalkan tempat itu.
Samar-samar
aku mendengar suaranya memanggil-manggil namaku. Dengan tergesa-gesa aku masuk
ke dalam mobil sambil membanting keras pintunya dan meninggalkan tempat itu
dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Aku
harus berhenti sebanyak tiga kali sebelum akhirnya sampai ke rumah. Karena
mataku berkabut, pandanganku kabur Karena air mataku yang terus menerus keluar
tak henti-hentinya. Sesampainya di rumah aku langsung mengunci diriku di dalam
kamar. Masuk ke dalam kamar mandi, membiarkan air membasuh dan mendinginkan
tubuhku yang sangat panas itu dan bercampur dengan air mataku.
Hatiku
hancur berkeping-keping, semuanya bukan hanya hati saja. Oh ya Tuhan, mengapa
Adam tega berbuat seperti ini kepadaku? Padahal aku sangat mencintainya dengan
tulus sepenuh hatiku, aku sangat mempercayainya. Tapi… tapi mengapa ia tega
berbuat seperti ini di belakangku?
Aku
menangis terisak sambil memeluk kedua lututku di dalam bathtub. Sedangkan air
terus membasuhin tubuhku tanpa henti. Setelah tubuhku menggigil barulah aku
beranjak dari sana, mengeringkan tubuhku, lalu berbaring di atas tempat tidurku
setelah berpakaian. Kembali menangis.
Setelah
kejadian itu Adam terus saja mendekatiku untuk meminta maaf. Jangankan untuk
memberinya kata maaf. Untuk memandang
wajahnya saja aku sudah tak sudi. Seperti hari itu, Adam menghadang langkahku,
ketika aku akan pulang dan berjalan ke parkiran mobil.
“Dhea
sayang, aku mohon. Kau harus mendengarkan dulu semua penjelasan dariku. Semua
ini hanya kesalah pahaman saja, saying.”
“Kesalah
pahaman kau bilang?” suaraku yang meninggi membuatnya terkejut, “Enyah dari
kehidupanku, Adam. Tinggalkan aku sendiri karena semuanya sudah berakhir, aku
muak melihat wajahmu.”
“Demi
Tuhan, Dhea. Aku sangat mencintaimu dan menyayangimu, aku tak ingin berpisah
denganmu, Dhea.”
“Tidak
Adam, persetan dengan semua yang kau ucapkan. Dengar aku takkan pernah mau
kembali lagi denganmu dan jangan harap kau bisa kembali membodohiku. Sekarang
menyingkir dari hadapanku.” Aku kembali berteriak kepadanya dan Adam pun
menyingikir membiarkanku lewat.
Aku
buru-buru masuk ke dalam mobil sambil membanting pintu. Lalu menyalakan
mobilku, terdengar suara ban berdecit ketika aku menjalankan mobilku keluar
dari area parkir di kampus. Aku bersumpah dalam hati akan menjauhi Adam, bahkan
aku akan pindah dari kampus ini. Aku akan pindah ke kampus tempat Asya dan Lila
berkuliah saat ini.
Mungkin
salah satu kesalahanku saat itu adalah aku tidak memilih untuk bersama kedua
sahabatku. Namun nasi sudah menjadi bubur, yang sudah terjadi takkan pernah
bisa di ulangi lagi. Luka ini takkan bisa sembuh. Aku tak tahu sampai kapan
luka ini akan terus menganga seperti ini. Sejak kejadian itulah hatiku membeku,
namun ketika bertemu dengan Gale semuanya berubah.
Meskipun
aku tahu dan melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa Gale itu seorang
playboy namun entah mengapa aku merasa bahwa ia benar-benar tulus mencintaiku.
Tapi semua itu tak cukup untuk meyakinkan hatiku yang sudah terlanjur merasa
kesakitan karena pengkhianatan. Aku membutuhkan lebih banyak pembuktian dari
Gale, agar aku bisa kembali percaya.
Tiba-tiba
aku merasakan seseorang menepuk pundakku dan ingatan tentang kejadian yang
menyakitkan itu langsung buyar.
“Kau tidak apa-apa, Dhee?”
“Ah, ya aku baik-baik saja Lila.
Maaf aku tadi melamun.”
“Jangan bilang bahwa kau kembali
mengingat Adam. Demi Tuhan Dhee, pria seperti Adam tidak pantas kau tangisi,
pria brengsek itu benar-benar tidak pantas.”
“Aku tahu, Sya. Maafkan aku…
Karena entah mengapa tiba-tiba ingatan itu muncul lagi.”
“Aku tahu rasa sakit yang kau
rasakan saat ini, Dhee. Sekarang cobalah kau buka hatimu untuk Gale dan ya aku
tahu Gale itu seorang playboy. Kau pasti melihatnya sejak pertama kali pindah
kuliah, bukan. Namun sejak melihatmu Gale langsung berubah, ia tidak lagi tebar
pesona kepada para wanita di kampus. Yang ada dia malah menghindari
wanita-wanita itu, karena ia sangat mencintaimu dengan tulus, Dhee.”
“Aku tahu Lila, hanya saja…
Hanya saja aku butuh pembuktian yang lebih dari Gale, La.”
“Apakah kau ingin melihat Gale
melompat dari atas gedung untuk membuktikannya kepadamu? Aku yakin Gale akan
melakukannya.”
“Lila, mengapa kau sangat yakin
sekali bahwa Gale akan melompat dari atas gedung jika aku memintanya. Jangan
bercanda.”
“Aku tidak bercanda, Dhee. Jika
kau tidak percaya kau bisa membuktikannya.” Ucap Lila sambil mengangkat
bahunya.
Lagi-lagi aku terdiam
mendengarkan ucapan Lila. Apakah selama ini aku sudah bersikap keterlaluan
kepada Gale? Mungkin seharusnya aku bisa lebih sedikit ramah kepada Gale.
Mungkin aku akan melakukannya secara perlahan-lahan mulai besok, bukankah semua
pria itu tidak sama.
***
Meskipun aku sudah berniat untuk
bersikap lebih lunak dan lebih ramah kepada Gale. Namun pada kenyataannya itu
semua sangat sulit sekali. Setiap kali berpapasan dengannya bibirku langsung
terasa kaku setiap kali aku ingin memberikan senyuman kepadanya.
“Dhee…”
“Berhenti mengangguku, Gale.”
Tiba-tiba saja aku membentaknya.
“Sampai kapan kau bersikap
seperti ini kepadaku, Dhee. Tak cukupkah apa yang sudah aku lakukan selama ini
untuk meyakinkanmu?”
“Aku akan terus bersikap seperti
ini, Gale. Sampai kau berhenti menggangguku lagi, kau mengerti?” aku berbalik
dan bersiap untuk pergi dari tempat itu.
“Baiklah, jika aku memang tidak
memiliki kesempatan itu dan memang ini yang kau inginkan. Aku berjanji akan
menjauh dari kehidapanmu, Dhee. Aku takkan mengganggumu lagi, maaf jika selama
ini aku selalu mengganggumu, Dhee. Selamat tinggal.” Suara Gale bergetar ketika
mengucapkan itu dan semakin membuat hatiku terasa sakit.
Ya Tuhan, mengapa hatiku terasa begitu sakit mendengar Gale mengucapkan
selamat tinggal? Ada sebenarnya dengan diriku ini, Tuhan. Harusnya aku merasa
senang karena Gale sudah berjanji takkan menggangguku lagi, tapi… tapi mengapa
hatiku malah terasa sangat sakit seperti ini.
Semenjak hari itu Gale jadi
bersikap dingin kepadaku, jika berpapasan ia tidak menyapa atau menoleh
kepadaku. Sudah hampir seminggu Gale bersikap seperti itu kepadaku. Aku jadi
teringat kata-kata Lila beberapa waktu lalu, Gale akan melakukan apapun yang
aku minta. Dan sekarang terbukt sudah, bahwa Gale benar-benar mendengarkan
kata-kata yang terucap dari bibirku seminggu yang lalu.
Hari-hariku
menjadi terasa kosong dan hampa. Aku merindukan sosok Gale yang selalu terlihat
ceria meskipun aku selalu bersikap tidak ramah kepadanya. Demi Tuhan, aku
sangat merindukan kehadirannya. Perbuatan-perbuatan konyolnya yang diam-diam
selalu membuatku tertawa ketika mengingatnya.
Ya Tuhan, aku mencintai Gale ya
aku mencintainya. Andai saja waktu dapat kuputar kembali. Aku takkan memintanya
untuk pergi menjauh dari hidupku. Namun semuanya sudah terlambat, Gale sekarang
berada di luar jangkauanku. Aku tak mungkin menggapainya dan memperbaiki
semuanya. Terlambat sudah, hanya penyesalan dan penyesalan yang aku rasakan
saat ini.
***
Saat ini aku sedang berusaha
untuk menjalani hari-hariku yang membosankan ini menjadi menyenangkan. Bersikap
menyesal terus menerus takkan bisa memperbaiki semuanya menjadi seperti semula.
Karena lagi-lagi nasi sudah menjadi bubur dan aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Gale sepertinya sudah tidak memiliki perasaan apapun lagi untukku.
Seperti hari itu aku berada di
kampus hingga malam, karena masih banyak sekali tugass-tugas yang harus aku
selesaikan. Sedangkan Lila dan Asya sudah pulang sejak tadi sore. Keadaan di
sekitar kampus sudah mulai lengang dan sepi. Aku berjalan tergesa-gesa menuju
parkiran. Ketika aku hendak membuka pintu mobilku tiba-tiba ada seseorang yang
memelukku dari belakang dan membekap mulutku.
Aku berusaha untuk berontak dan
melepaskan diri dari pelukan orang yang tak kukenal ini. Namun tenaganya jauh
lebih besar dari tenagaku, aku hanya bisa pasrah saat tubuhku di seret menuju
ke belakang kampusku. Dengan kasar orang itu menghempaskan tubuhku ke atas
rumput.
“Awww…” aku memekik kaget sambil
berusaha bangun tubuhku langsung kaku ketika melihat wajah orang yang sudah
membekapku, “ADAM?”
“Benar sayang, ini aku. Rupanya
kau masih bisa mengenaliku dengan sangat baik sekali.”
“Mau apalagi kau?”
“Aku rasa kau tahu apa yang aku
inginkan, sayang.” Adam mendekatiku, membungkuk dan membelai wajahku.
Aku langsung menepis
tangannya,”Jangan sentuh aku, Adam.”
“Jangan galak seperti itu,
sayang. Tapi tidak apa-apa, teruslah bersikap seperti itu karena kau membuatku
semakin menginginkanmu, cantik.”
“Jangan macam-macam atau aku
akan berteriak.”
“Berteriaklah sekencang yang kau
bisa, cantik. Karena takkan ada yang bisa mendengarkanmu.” Adam lalu tertawa.
Aku berniat untuk berlari dari
tempat itu namun Adam dengan sigap langsung menarik kembali tanganku. Dia memeluk
tubuhku dan mulai berusaha untuk menciumku. Tubuhku berontak untuk menghindari
ciumannya.
“Lepaskan aku, brengsek.” Aku berteriak
sambil berusaha melepaskan diri dari pelukannya yang semakin erat dan mulai
membuat tubuhku menjadi sakit.
“Tidak akan, sayang. Selama ini
belum pernah ada wanita yang menolakku kecuali kau. Dan itu membuatku semakin
bernafsu untuk menaklukanmu, Dheandra.”
“Jangan mimpi, kau hanya pria
pengecut dan brengsek, Adam.”
“Jangan coba-coba untuk melawanku,
Dhea.” Ekspresi wajah Adam berubah menjadi menyeramkan. Lalu ia mendorong
tubuhku hingga aku tersungkur kembali di atas rumput.
“Awww…”
“Sudah kubilang agar tidak
melawanku. Karena aku tidak ingin melukai wajah cantikmu itu, Dhea.” Lalu Adam
mengeluarkan sebuah pisau lipat dari dalam saku celananya.
“Kau… Apa yang akan kau lakukan?”
aku mulai merasa ketakutan ketika melihatnya mengeluarkan pisau itu.
“Pisau ini tidak segan-segan
akan melukai wajah cantikmu itu jika kau terus melawanku, Dhea.”
“Tidak… Kau tidak akan berani
berbuat sepert itu.” Aku merasakan ujung mataku yang mulai memanas karena
ketakutan.
“Aku pasti akan melakukannya,
cantik. Karena aku bukan lagi Adam yang dulu kau kenal.”
Adam semakin mendekatiku,
tangannya menarik kemeja yang kupakai hingga sobek. Dan air mataku sudah tak
bisa aku tahan-tahan lagi, aku memohon-mohonpun ia tak mendengarnya. Justru itu malah membuatnya semakin beringas.
“Kau akan menjadi milikku,
Dheandra.” Namun tiba-tiba tubuh Adam tersungkur ketanah dan aku melihat Gale
berdiri di depanku.
“Jangan mimpi, Dheandra hanya
akan menjadi milikku.” Gale lalu beralih kepadaku, membantuku berdiri dan
memakaikan jaketnya kepadaku. “Apa kau terluka?”
“Tidak Gale…” jawabku dengan
suara yang bergetar.
Namun tiba-tba Adam bangun dan
langsung memukul Gale hingga tersungkur ke tanah.
“Siapa kau berani-beraninya
merusak kesenanganku.”
“Aku adalah pria yang sangat
mencintai dan menghormati, Dhee. Tidak sepertimu yang berlakukuan tidak
bermoral.”
Gale bangun dan langsung memukul
kembali Adam. Aku hanya bisa diam sambil ketakutan melihat Gale dan Adam sedang
terlibat baku hantam. Aku sangat takut Gale akan terluka, apalagi Adam sedang
memegang senjata.
Setelah cukup lama terlibat baku
hantam, Gale berhasil membuat Adam tidak berkutik lagi. Lalu Gale menghampiriku
sambil sempoyongan.
“Kau tidak apa-apa, Dhee?”
“Aku tidak apa-apa, Gale. Ya Tuhan,
kau terluka Gale.”
“Tidak, aku tidak apa-apa, Dhee.”
Namun tubuh Gale langsung ambruk.
“Demi Tuhan, aku harus membawamu
ke rumah sakit, Gale.” Aku mulai menangis melihat Gale tak sadarkan diri di
hadapanku. “Gale… ayo banging Gale… Buka matamu…” ucapku sambil menangis, “Jangan
tinggalkan aku Gale… Aku… Aku mencintaimu Gale, maafkan aku karena selama ini
bersikap buruk kepadamu… Demi Tuhan, aku sangat mencintaimu Gale, ayo bangun…
Gale…” aku menangis sambil memeluk tubuh Gale
“Apakah kau benar-benar
mencintaiku?”
“Gale… Jangan-jangan kau
mengerjaiku.”
“Ya, aku memang mengerjaimu
selama ini, Dhee. Aku menunggu kau mengucapkan kata-kata itu. Ayo, ucapkan
sekali lagi bahwa kau benar-benar mencintaiku.”
“Ya, aku mencintaimu Gale. Sangat
sangat mencintaimu, maafkan aku.”
Gale langsung mengecup lembut
keningku, “Aku juga sangat mencintaimu, Dhee.”
“Gale, aku harus membawamu ke
rumah sakit.”
“Tidak, ini hanya luka kecil. Aku
ingin pulang ke rumah saja dan di rawat oleh kekasihku.”
“Aku belum bilang bahwa aku mau
jadi kekasihmu, Gale.”
“Kau pasti mau karena kau
mencintaiku.”
Wajahku memanas, “Berhenti
menggodaku, Gale. Ya Tuhan, kau sedang terluka Gale. Berhentilah menggodaku. Aku
akan membawamu ke rumah sakit.”
Aku membantu Gale berdiri,
ketika posisi kami sudah dalam keadaan berdiri tiba-tiba Gale menciumku. Membuat
tubuhku tersengat aliran listrik ribuan volt.
“Aku sangat mencintaimu, Dhee.”
“Aku tahu kau sangat
mencintaimu, sekarang kau harus ke rumah sakit.” Aku memapahnya menuju ke
mobilku.
“Aku tidak perlu ke rumah sakit,
aku akan sembuh asalkan kau ada di sampingku.”
“Berhenti merayuku, Gale. Aku tidak
akan termakan oleh rayuanmu itu.”
“Ayolah sayangku, cintaku,
belahan jiwaku, permata hatiku.”
Aku menghentikan langkahku, “Berhenti
mengoceh atau aku akan meninggalkanmu disini!”
“Astaga mengapa kau masih saja
bersikap galak kepadaku. Padahal aku ini sudah menjadi kekasihmu, Dhee.”
Aku kembali melanjutkan
perjalanan sambil memapah Gale dan tidak mempedulikannya yang sedang sibuk
mengoceh dan mengeluarkan semua jurus rayuannya kepadaku. Sampai akhirnya ia
diam dan memasang wajah yang kesal.
Akhirnya kami sampai di tempat parker,
setelah masuk ke dalam mobil dan memasangkan sabuk pengaman untuk Gale aku
sudah benar-benar tidak bisa menahan tawaku melihat ekspresi wajahnya sekarang
ini.
“Apa? Kau mentertawakanku?” Gale
melotot kepadaku.
“Kau sangat lucu sekali, Gale.”
“Kau sangat tidak sopan, Dhee.”
Aku mendekatkan wajahku lalu
mencium bibirnya, “Aku mencintaimu, Gale.”
Gale terdiam, sedangkan aku
langsung menyalakan mesin mobil dan langsung menuju ke rumah sakit.
~~~TAMAT~~~